ekonomi

Hingga 2020, Satgas Waspada Investasi Hentikan 2.018 entitas Fintech Ilegal

Oleh: Roki EP Editor: Roki EP 10 May 2020 - 11:31 bengkulu
KBRN, Bengkulu : Satgas Waspada Investasi mencatat sepanjang tahun 2018 hingga Januari 2020, telah menghentikan dan mengumumkan sebanyak 2.018 entitas fintech peer-to-peer lending ilegal atau tanpa izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Dari data fintech peer-to-peer lending itu, sebanyak 1.270 entities dengan server location terbanyak di  media sosial 44 persen. Lalu di Indonesia sebesar 22 persen. 

"Ada juga server location of fintech peer-to-peer leending itu di Amerika Serikat 14 persen, Singapura 8 persen, Cina 6 persen, Malaysia 2 persen, Hongkong 1 persen, Rusia 0 persen dan lain-lain 3 persen," ungkap Ketua Satgas Waspada Investigasi Tongam L Tobing, dalam pelatihan dan gathering media massa se-Sumbagsel. 

Dikatakan, dari entitas investasi yang ilegal ditangani pihaknya dari tahun 2017 sebanyak 80. 

Lalu di tahun 2018 sebanyak 106 entitas investasi ilegal, dan 404 fintech ilegal. Kemudian tahun 2019 sebanyak 260 entitas investasi ilegal, 68 entitas gadai ilegal dan 1.494 entitas fintech ilegal. 

Selanjutnya di tahun 2020 ini, sudah sebanyak 28 entitas investasi ilegal dan 120 entitas fintech ilegal. 

"Permasalahan fintech ilegal itu biasanya tidak terdaftar di OJK, bunga pinjaman tidak jelas, alamat peminjam tidak jelas dan berganti nama, menawarkan link untuk diunduh, penyebaran data pribadi peminjam dan tata cara penagihan melihatkan keluarga, ancaman hingga terjadi dugaan pelecehan, serta belum sampai waktunya. Sebagai contoh korban pinjaman online ilegal sampai 141 aplikasi yang di pakai," terangnya, Jumat (21/2/2020).

Lebih lanjut ia juga mengajak, seluruh masyarakat yang ada di negeri ini, untuk mewaspadai investasi diduga bodong, karena selalu tumbuh dan berkembang dengan pesat di era sekarang ini. Apalagi biasa nya yang mudah tertipu kalangan perempuan atau ibu-ibu.

"Kami ingatkan masyarakat jangan mudah percaya dengan investasi yang diduga. Cara mengenalinya mudah saja, legal dengan bertanya ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan logis artinya bisa diterima akal sehat. Mana ada industri keuangan yang memberikan keuntungan yang besar dengan cepat" tutup Tongam.