KBRN, Yogyakarta: Mar’atul Hofizah (18) tidak akan melupakan peristiwa di hari Selasa (26/3/2024). Peristiwa penting saat dirinya dinyatakan diterima kuliah di Program Studi (Prodi) Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM). Kebahagiaan itupun semakin lengkap saat dirinya dinyatakan mendapat beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT) 100 persen alias dibebaskan dari biaya studi hingga lulus.
Meski berasal dari keluarga dengan kondisi perekonomian pas-pasan, Atul, begitu sapaan akrabnya bermimpi suatu ketika berharap bisa kuliah di UGM salah satu kampus terbaik di Indonesia. “Awalnya tidak percaya diri untuk mengambil UGM, tetapi orang tua meyakinkan saya untuk tetap mencoba. Alhamdulillah sangat bersyukur akhirnya bisa diterima di prodi yang sangat saya impikan yakni di Akuntansi FEB UGM,” ujar alumnus SMAN 1 Selong, Lombok, NTB ini.
Dalam keluarga, Atul merupakan anak ke dua dari empat bersaudara pasangan Hairudin (52) dan Nihayah (45) asal Gubuk Timuk, Desa Korleko, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Sang ayah bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa, dan sang ibu adalah ibu rumah tangga.
“Pesan orang tua saat itu, cucu-cucunya harus bisa sekolah setinggi-tingginya bagaimanapun kondisinya harus diusahakan. Itu selalu dipesankan karena nenek tidak bisa menyekolahkan anaknya dengan baik. Ada keinginan orang tua agar situasi yang saya alami tidak terulang pada cucu-cucunya,” ujar Nihayah sembari bercerita bila dirinya hanya tamatan SD dan suami lulusan SMP.
Setiap tahunnya FEB UGM menerima tidak kurang dari 540 mahasiswa pada program sarjana. Pada tahun 2023, tercatat ada sebanyak 60 persen mahasiswa FEB UGM yang memperoleh berbagai beasiswa, termasuk beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT) Pendidikan Unggul bersubsidi 100 persen atau UKT 0 (nol).
Upaya tersebut sejalan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Permendikbud Ristek No. 48 Tahun 2022 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Diploma dan Program Sarjana PTN yang mewajibkan PTN menerima minimal 20 persen kuota dari mahasiswa yang diisi mahasiswa kurang mampu secara ekonomi dan dari daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T). (wulan/par)