Features

Ramadan-1445 H: Mengais Berkah Bersama Teman Tuli Di Kediri

Oleh: Ane Kusuma Editor: Ari Diaz 02 Apr 2024 - 23:13 Kediri

KBRN, Kediri : Keterbatasan masing-masing individu tidak pernah menjadi alasan bagi para penyandang disabilitas tunarungu di Kabupaten Kediri untuk ikut serta menyemarakkan bulan suci Ramadan dengan berbagai kegiatan positif di dalamnya.

Di rumah Quran Sahabat Tuli, misalnya. Berlokasi di Perumahan Kilisuci Lavender, Desa Wonojoyo, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, ada puluhan teman-teman tuli yang setiap harinya begitu bersemangat mengaji Al-Qur'an melalui bahasa isyarat di setiap momentum bulan suci Ramadan, termasuk pula di tahun ini.

Maskurun, Pemilik sekaligus Guru Pengajar Rumah Quran Sahabat Tuli bercerita, bahwa di tempatnya itu, teman-teman tuli dituntun untuk mengaji sesuai dengan tingkat usia dan kemampuannya masing-masing, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Proses pembelajaran pun diikuti dengan ujian di depan guru pembimbing, yang juga merupakan penyandang disabilitas. Ujian ini bertujuan untuk menilai kemampuan peserta dan menentukan apakah mereka dapat melanjutkan ke tingkat berikutnya.

“Di sini kita butuh kesabaran yang ekstra untuk mengajar. Karena teman-teman tuli itu berbeda dengan orang-orang normal ketika belajar Al-Quran. Karena teman-teman tuli punya keterbatasan, sebagai pendidik atau pengajar kita harus sabar mengajari terus secara berulang-ulang,” kata perempuan paruh bayah yang akrab disapa Yuyun itu, Selasa, (2/4/2024).

Adanya rumah Quran Sahabat Tuli ini, lanjut Yuyun, merupakan salah satu upayanya untuk membantu dan mengabdikan diri kepada teman-teman tuli, agar mereka dapat memahami agama Islam.

Mewakili murid-murid yang ada di sana, Dea Rukyatul Fitriandini, Pendamping Rumah Quran Sahabat Tuli, menjelaskan, bahwa meskipun proses pembelajaran terkadang berjalan lambat dan membutuhkan kesabaran ekstra, antusiasme teman-teman tuli ini tidak pernah luntur. Mereka pun menyadari mengaji Al-Quran ini adalah bekal penting untuk kehidupan di dunia dan akhirat.

“Awalnya dulu, waktu Ibu Yuyun mulai membuka kelas ngaji ini mengajarnya menggunakan cara verbal. Jadi mereka seperti mengaji biasa yakni membaca Quran dengan suara. Nah, di sini kesulitan pertama yang di alami. Karena bagi teman-teman tuli sendiri, mengeluarkan suara juga merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk dilakukan,” tutur Dea.

Dan seiring berjalannya waktu, metode yang digunakan pun mulai berubah, “Setelah Kemenag melakukan penyusunan-penyusunan mushaf Al-Quran Isyarat, metode mulai berubah. Dari yang sebelumnya menggunakan verbal atau oral, lalu menggunakan bahasa isyarat tangan,” tutup Dea.

Penyusunan Al-Quran Mushaf Isyarat oleh Kementerian Agama ini pun, akhirna sangat membantu dan memudahkan teman-teman tuli dalam membaca dan memahami kitab suci Al-Quran.