info-publik

Menanti Tegaknya Hukum di Lahan Gambut yang Terbakar

Oleh: Anwar Yunus Editor: Heri Firmansyah 10 May 2020 - 11:49 kbrn-pusat

KBRN, Meulaboh : Sejak memasuki bulan Juli 2019, bencana alam terus melanda wilayah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, mulai dari Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) hingga fenomena gelombang pasang menghantam permukiman penduduk.

Beberapa kabupaten/ kota lain di Provinsi Aceh juga mengalami hal serupa, terutama bencana Karhutla, salah satu faktornya atau penyebabnya adalah karena wilayah Aceh saat ini disebut - sebut memasuki musim kemarau.

Namun, di Aceh Barat selalu terjadi Karhutla setiap bulan Juli, sama halnya seperti tahun - tahun sebelumnya, bencana karhutla melanda hingga menghanguskan ratusan hektare lahan gambut serta tanaman muda kelapa sawit.

Pada Juli tahun 2017 ditemukan 222,5 hektare lahan gambut yang terbakar masih dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Barat, selain itu juga tercatat 241 warga masuk rumah sakit akibat Inspeksi Saluran Pernafasan (ISPA) karena menghirup asap.

Sampai - sampai, operasi pemadaman karhutla di wilayah hukum Kabupaten Aceh Barat, saat itu terpaksa menggunakan pesawat udara pengebom air atau water boombing, untuk memadamkan api di lahan gambut yang terbakar.

Hasilnya adalah, asap tebal menyelimuti wilayah Aceh Barat selama lebih satu pekan pada pagi dan malam, masyarakat terdampak harus dirawat di rumah sakit karena memiliki riwayat penyakit asma dan sebagian besar adalah karena ispa. 

Aparat Kepolisian Aceh Barat, menangkap dan menetapkan status tersangka terhadap beberapa orang warga yang diduga sebagai pelaku pembakar lahan kosong sehingga berimbas dan meluas, hingga menghanguskan kebun kelapa sawit milik orang lain.

Namun, hal itu tidak memberi efek jera, pada Juli 2018, Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) merilis, ditemukan juga lahan gambut terbakar mencapai 487,5 hektare tersebar di beberapa daerah, termasuk di Aceh Barat.

Karhutla Terulang Pada 2019, BPBA mencatat jumlah lahan yang terbakar selama dilanda karhutla sejak 1 - 18 Juli 2019 telah mencapai 351,15 hektar, tersebar di 12 kabupaten/ kota, meliputi 26 kecamatan, di Provinsi Aceh.

Pesebaran Karhutla tersebut terjadi di wilayah Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Besar, Aceh Singkil, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Jaya, Aceh Tengah, Bener Meriah, Kota Banda Aceh dan Kota Sabang.

Penyebab Karhutla..?

Selain menghanguskan lahan gambut dan terjadinya kabut asap, dampak Karhutla sudah cukup menyita energi semua pihak yang terkait di daerah, terutama pihak BPBD, TNI, Polri, termasuk masyarakat berada di wilayah desa dilanda karhutla.

Dinas Kesehatan (Dinkes) membagikan 2.000 masker kepada warga untuk mencegah ISPA, pasalnya udara di Kota Meulaboh dan sebagian wilayah permukiman padat penduduk sudah terkontaminasi asap Karhutla dan berbahaya bagi kesehatan warga.

Pada Jumat 19 Juli 2019, hujan mulai mengguyur wilayah Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat dan sekitarnya, api di lahan gambut padam dan kabut asap pun hilang, akan tetapi penyebab dan pelaku Karhutla masih menjadi buah bibir dan tanda tanya,?. 

Kapolres Aceh Barat AKBP H Raden Bobby Aria Prakasa, dalam konferensi pers menyampaikan, bahwa bencana karhutla melanda wilayah hukumnya, dipicu kondisi faktor cuaca panas, tidak ditemukan adanya indikasi ulah manusia.

"Ini yang terbakar lahan gambut mudah terbakar, tidak ada yang mengindikasikan warga yang membakar. Beberapa pemilik lahan mengaku rugi, kebun sawitnya terbakar. Tapi kalau ada perkembangan nanti kami sampaikan," tegasnya.

Pihak Polsek dan Koramil, terus aktif memberikan sosialisasi Undang - Undang, serta mempertegas sanksi berat bagi warga yang membakar hutan dan lahan, upaya itu sudah dilakukan, walau pun karhutla tidak bisa dihentikan secara masif.

Amanah konstitusi sudah jelas, yakni Undang - Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan, pada pasal 78 ayat 3 dan ayat 4 mengatur, pelaku pembakar lahan dan hutan dengan lama hukuman 5 - 15 tahun dan denda Rp5 miliar.

Kemudian pasal 48 ayat 1 UU Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, pasal 108 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana penjara 10 tahun atau denda Rp10 miliar.

Selanjutnya, aturan lain mempertegas yakni, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 tahun 2014 tentang Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan turunannya yakni Peraturan Menteri LHK Nomo 17 tahun 2017.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Barat, mengklaim bahwa lahan gambut yang terbakar hanya berkisar 70 hektar dan sudah berhasil dipadamkan hingga Kamis 18 Juli 2019 sore.

Kepala pelaksana BPBD Aceh Barat, Muktaruddin, mengatakan, setiap terjadi karhutla pihaknya selalu melakukan upaya pemadaman, walau pun tidak tersedia sumber air tetapi pasukan di lapangan tetap berusaha mendapatkan air dari parit dan lumpur.

Komandan Kodim (Dandim) 0105/ Aceh Barat, Letkok Kav Nurul Diyanto, membenarkan keakuratan data yang disampaikan oleh BPBD Aceh Barat tersebut, sesuai dengan hasil pendataan anggotanya di lapangan.

Ia berkata, jajaran TNI setiap hari melakukan patroli, ketika melihat ada asap langsung melaporkan dan bertindak melakukan pemadaman, upaya tersebut mampu menekan pesebaran titik api sehingga tidak begitu meluas.

"TNI, Polri, BPBD selalu bersama melakukan pemadaman api di lahan gambut. Data kami miliki sama dengan yang disampaikan BPBD, kalau pun berbeda hanya sedikit. Sosialisasi pencegahan selalu kami lakukan," tegasnya.