info-publik

Berkat Jokowi, Telpon Berdering di Atas Rumah Pohon Hutan Belantara

Oleh: Editor: Heri Firmansyah 10 May 2020 - 11:45 kbrn-pusat

KBRN, Merauke : Dalam hutan belantara di Selatan Papua terdapat salah satu suku terasing bernama Suku Korowai. Suku korowai ditemukan keberadaannya sekitar 30 tahun yang lalu di wilayah pedalaman Selatan Papua.

Selama bertahun tahun Suku Korowai hidup dalam kondisi terisolasi, jauh dari kehidupan modern, bahkan tidak mengenal adanya kehidupan masyarakat lain. Suku terasing ini hidup di atas rumah pohon dengan ketinggian mencapai 30 hingga 50 meter dari permukaan tanah.

Kehidupan mereka hanya mengandalkan alam dengan berburu dan meramu, dan jauh dari kata layak. Dari kisah suku terasing di atas pohon dan sampai pada kisah telepon genggamku berdering dan kami akan membawa anda menemui masyarakat Suku Korowai yang berada di sekitar Taman Nasional Wasur Merauke.

Siang itu, Minggu 18 Agustus 2019 tepat pukul 12.00 Wit, kami menuju Taman Nasional Wasur Merauke. Suasana sejuk terasa ketika kami sampai di taman nasional tersebut, jauh dari kebisingan kota dan jauh dari hiruk pikuk aktifitas warga, hanya nampak hijau daun yang semakin memperindah pemandangan di sekitar wilayah ini. Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, sampailah kami di Taman Nasional Wasur Merauke.

Ketika kami menengok di sekitar halaman, nampak beberapa remaja saling berbincang ada yang sedang duduk dan ada pula yang sedang berdiri sambil memegang telepon genggam di tangannya, tidak nampak telepon genggam smartphone yang harganya jutaan rupiah dan hanya terlihat telepon genggam ukuran mini dan tentunya tidak memiliki layar sentuh. 

Di depan sebuah asrama yang telah usang kami bertemu Ananias Yaluwo yang merupakan putra asli suku korowai dari Kabupaten Asmat dan banyak mengetahui tentang kehidupan warganya menceritakan sejak bertahun tahun, suku Korowai hidup di atas rumah pohon dan tidak mengenal kehidupan modern, namun seiring berjalannya waktu suku Korowai mulai membuka diri dan mulai mengenal telepon genggam, namun telepon genggam bagi warga suku Korowai hanya di gunakan sebatas mendengarkan musik karena tidak adanya jaringan seluler di kampung mereka.

”Bertahun tahun itu kita hidup di atas rumah pohon, kita tidak tahu kehidupan di luar sana, nanti pas Pemerintah masuk di kita punya kampung baru kita kenal hape, tapi hape itu kita pake untuk dengar lagu saja karena tidak ada sinyal di kampung,” ungkap Ananias.

Bahkan, ungkap remaja tampan dengan postur tinggi dengan kulit hitam dan rambut keriting serta pesona hidung mancung ini, untuk mendapatkan jaringan telepon seluler, warga suku korowai harus berjalan kaki sekitar tiga hingga empat hari ke ibu kota distrik untuk dapat memperoleh jaringan seluler sehingga dapat mengetahui kabar keluarga mereka.

”Kita harus jalan kaki sekitar tiga hingga empat hari ke ibu kota Distrik untuk dapat sinyal hape, kita hanya bisa jalan kaki karena tidak ada jalan lain,” ujarnya.

Kondisi masyarakat Suku Korowai kini berbanding terbalik dengan kisah masa lalu mereka, setelah pemerintah membangun BTS di kampung Banum dan Mabul, Kabupaten Asmat, warga Suku Korowai sudah dapat menikmati indahnya jaringan seluler dari atas rumah pohon bahkan warga suku Korowai sudah dapat menjual hasil kebun menggunakan telepon seluler.

”Kalau sekarang kita sudah bisa telpon dari kampung, jadi kita sudah bisa telpon dari atas rumah pohon di kampung sana, kita sudah bisa telpon ke Distrik atau Kabupaten untuk jual kita punya hasil kebun,” ungkap Ananias.

Tepat pukul 16.00 Wit, suara gemericik air hujan disertai suara kicauan burung yang begitu merdu mengantarkan kami pulang dan meninggalkan masyarakat Korowai di Taman Nasional Wasur Merauke, kami pun pamit dan meninggalkan tempat yang begitu indah dengan panorama alam yang begitu elok dan menawan serta indah di pandang mata.

Impian warga Suku Korowai untuk melepas belenggu keterisolasian dan dapat mengikuti perkembangan komunikasi mendapatkan respon baik dari Pemerintah, hingga rasa keterisolasian mulai terkuak dengan adanya pembangunan BTS di Kampung Mabul dan Kampung Banum Distrik Korowai Kabupaten Asmat.

Selain itu, keberadaan jaringan telepon seluler bagi warga suku Korowai sangat membantu meningkatkan perekonomian warga karena masyarakat Korowai dapat berkomunikasi untuk menjual hasil alam dan hasil kebun dengan bantuan telepon genggam.

Kepala Dinas Infokom Kabupaten Asmat Jamaludin saat kami konfirmasi terkait pembangunan BTS bagi warga suku korowai memiliki jawaban sendiri, menurutnya sejak tahun 2018 lalu, pihaknya telah membangunan BTS di Kampung Banum dan Mabul Distrik Korowai dan pembangunan BTS akan berlanjut di tahun 2019 ini. 

Menurut Jamaludin, dalam tahun 2019 ini pemerintah melalui Kementerian Komunikasi Dan Informatika kembali akan membangun 91 BTS di wilayah Kabupaten Asmat terutama di kampung yang selama ini belum memiliki sinyal telepon seluler.

”Di Korowai tahun 2018 lalu kita sudah bangun dua BTS, tahun ini kita bangun 5 BTS lagi di korowai, jadi total BTS yang di bangun di Kabupaten Asmat itu sebanyak 91 BTS,” ujar Jamaludin.

Keinginan kuat pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui program "Merdeka Sinyal" bukanlah hal yang mustahil, bahkan telah terbukti suku terasing, suku korowai di Kabupaten Asmat telah dapat menggunakan telepon genggam dan tentunya pemerintah tetap optimis program merdeka sinyal dapat terwujud seperti pernyataan Menkominfo Rudiantara.

”Kita targetkan tahun ini pembangunan jaringan telepon seluler dan jaringan internet di wilayah Papua dapat terpasang dan tuntas tepat waktu sehingga masyarakat Papua dapat menikmati telekomunikasi dengan maksimal,” tegas Rudiantara.

Suku Korowai yang jauh dari jangkauan kita, dan tinggal di atas rumah pohon dalam hutan belantara kini telah menikmati indahnya telepon genggam berkat perjuangan program merdeka sinyal, program ini patut di berikan apresiasi, bukan hanya melepas belenggu keterisolasian tetapi juga membantu masyarakat Korowai dalam percepatan dan pemerataan pembangunan berkesejahteraan sosial terutama di wilayah perbatasan ujung timur Indonesia seperti pernyataan Presiden Joko Widodo ketika berkunjung di Kabupaten Merauke.

”Pembangunan akan kami prioritaskan di wilayah perbatasan dan wilayah terpencil, khususnya di wilayah Papua dan Papua Barat melalui program nawacita, sehingga proses percepatan dan pemerataan pembangunan berkesejahteraan sosial merata dari Sabang hingga Merauke,” ungkap Presiden Joko Widodo.

Selain membuka keterisolasian melalui program merdeka sinyal hingga sampai di suku terasing di atas rumah pohon di Selatan Papua, Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga telah membangun monumen kapsul waktu di Merauke bahkan akan berlanjut dengan adanya pembangunan Pos Lintas Batas Negara PLBN Sota di Distrik Sota Kabupaten Merauke yang tentunya akan berdampak terhadap peningkatan perekonomian masyarakat asli Papua.

”Terima kasih pemerintah, terima kasih bapak Presiden, sekarang kami sudah bisa menjual hasil alam karena adanya jaringan seluler di kita punya kampung, terima kasih atas semua perhatian dan pembangunan yang di lakukan di Papua, sekali lagi terima kasih pak Jokowi,” tegas Ananias Yaluwo dari ujung Timur Nusantara.