info-publik

'Jaran Goyang' Gambarkan Kebencian dan Memaafkan

Oleh: Anik Hasanah Editor: 10 May 2020 - 11:43 kbrn-pusat
KBRN, Banyuwangi : Siapa yang tidak kenal dengan 'Jaran Goyang'. Mungkin selama ini orang pernah mendengar ajian 'Jaran Goyang' hanya sebatas judul lagi penyanyi bintang Pantura asal Jatim, Nella Kharisma. 

Namun, sedikit menelisik, 'Jaran Goyang' Nella, menggambarkan seperti apa ajian ini. Dimana dipakai untuk memikat seseorang untuk menjadi pasangannya, agar luluh dan kemudian jatuh cinta dengannya.

Konon itulah ajian yang dipakai oleh orang Banyuwangi, apabila tertarik dengan lawan jenis, namun orang tersebut menolak bahkan menghinanya, maka ajian 'Jaran Goyang' sebagai pamungkas.

Seperti apa ajian 'Jaran Goyang' bekerja? Hanya dengan mengucapkan mantra tertentu, kemudian melempar kembang yang telah dimantrai tersebut kepada orang yang diinginkan, maka luluh dan linglunglah orang tersebut. 

Kemudian ganti berusaha untuk mengejar, dan mendapatkan orang yang dihina dan ditolaknya. 

Itu sekilas cerita ajian 'Jaran Goyang', namun saat ini oleh masyarakat Osing, yang merupakan Suku aseli Banyuwangi, 'Jaran Goyang' menjadi salah satu karya seni yang 'dijual' kepada wisatawan. Melalui tari 'Jaran Goyang'.

Seperti yang ada di Sanggar Seni Genjah Arum, merupakan Desa Adat Osing Kemiren. Tarian Jaran Goyang, ditampilkan untuk menghibur pengunjung, sekaligus mendapat edukasi makna sebenarnya tarian tersebut. 

Budayawan asal Banyuwangi, Aekanu Hariono mengatakan, 'Jaran Goyang' adalah penggambaran tentang kebencian dan memaafkan. Bagaimana seseorang terlalu membenci dengan yang lainnya, dan bagaimana memaafkan orang yang menyakitinya. 

Di sanggar ini, disuguhkan seorang perempuan dengan tubuh semampai, bibirnya merah, juga dengan pipi kemerahan, memakai pakaian yang gemerlap, dengan mahkota bunga di kepalanya. Kemudian menari nari dengan senyum sumringah. 

Tiba tiba, datanglah sosok penari laki laki yang turut mengiringi, terus mengikuti langkah penari perempuan dan sesekali berusaha mendekati dengan merebut selendangnya. Namun berkali kali pula, perempuan menunjukkan muka sinis dan menolak didekati. 

Tak lama kemudian, penari laki laki membawa bunga dan mengucapkan mantra mantra atau disebut ajian 'Jaran Goyang' lalu melempar ke penari perempuan. Jatuhlah penari perempuan dengan menanggalkan mahkotanya, berubah menjadi linglung dan ganti mengejar penari laki laki. 

"Ini mengajarkan kita saling mencintai. Kalau gak seneng jangan ditunjukkan, itu akan menyakitkan," kata Aekanu, Jumat malam (27/9/2019).

Selesai? Belum. Penari perempuan terus saja mengejar penari laki laki, namun ditolaknya. Hingga kemudian penari perempuan duduk bersimpuh, meratapi kondisinya, menangis, menutupi wajahnya dengan selendang. 

Namun akhirnya, penari laki laki itupun tidak tega, dan menghampiri penari perempuan, diajaklah berdiri kemudian memari bersama. Tampak keduanya memperlihatkan wajah sumringah dan kompak menari dihadapan pengunjung. 

"Tapi endingnya tadi. Itukan, seperti apapun sakitmu, tapi ketika sudah minta maaf, berilah maaf itu," terangnya. 

Aekanu mengatakan, dalam tarian 'Jaran Goyang' ini mengajarkan kita untuk bisa memberikan maaf, atau memaafkan siapapun orang yang telah menyakiti kita. Sebagaimana juga diajarkan dalam agama apapun.

"Laki laki itu akhirnya datang. Ditunjukkan visualisasinya, menangis perempuannya. Jangan dibiarkan kalau sudah seperti itu, ayo kita bersama memberi maaf, intinya seperti itu," lanjutnya. 

"Sakit memang untuk memberi maaf. Lha kalau orang gak mau memberi maaf, ya akan berantem terus seumurnya, gitu," tambahnya. 

Penggambaran ajian 'Jaran Goyang' begitu epik dan apik dimainkan dua penari laki laki dan perempuan. Gerakan yang luwes, nan indah ditunjukkan keduanya. Namun juga makna tersirat tersendiri, kenapa menggunakan media tari. 

Aekanu menuturkan, dalam kepercayaan masyarakat Banyuwangi, tari dipakai oleh para leluhurnya sebagai media meminta atau berdoa kepada sang pencipta. Dan kidung kidung yang mengiringi tarian, itu adalah doanya. 

"Saya pernah membaca ma'rifatnya Sunan Kalijogo itu, Gusti Alloh itu paling mengerti dengan apa yang ada pada doa kita, sebenarnya kalau kita pahami," tuturnya. 

Menurutnya, apapun yang telah dinikmati atau yang diperoleh masyarakat saat ini, tak lepas dari usaha dan doa para leluhur kepada sang pencipta. Dan dengan melestarikan budaya, sebagai bentuk penghargaan. 

"Jadi, kata kuncinya, ketika kita menghargai apa yang diciptakan oleh teman teman kita, kita mengapresiasi. Wong kita juga gak bisa seperti itu," imbuhnya. 

Tarian, lanjut Aekanu, mengajarkan kita untuk saling menghargai perbedaan, menghargai apapun kelebihan dan kekurangan orang lain. Yang kemudian, akan menciptakan kedamaian. 

"Kita ini punya kelebihan, juga punya kekurangan. Apakah mereka itu kekurangan menurut kita, itu saja sebenernya. Mengapa saling menghormati, saling mencintai, ditanamkan dengan itu," paparnya. 

Sedangkan musik sendiri, tak bisa lepas mengiringi tarian, kata Aekanu, diciptakan untuk membuat rasa grahita, pikiran, menjadi tenang. 

"Kan kalau menari itu wirama dan wiraganya itukan menyatu. Seperti itu," tandasnya.