info-publik

Rona Anak Pesisir, dari Rumah Baca, Literasi Bermula

Oleh: Abdullah Leurima Editor: 10 May 2020 - 11:43 kbrn-pusat

Literasi Lewat Rumah Baca        

TBM Insan Cita bukanlah taman baca pertama yang hadir di Kota Bula.  Sebelumnya, telah ada Lapak Baca yang dikelola Anggota Brimob Kompi B Polda Maluku yang bermarkas di SBT, Muhammad Fahrun Rumain. Fahrun yang berasal dari Pulau Geser dan sempat mengenyam pendidikan di bangku universitas sebelum menjadi anggota Brimob, menyadari pentingnya menumbuhkan budaya literasi di rumah baca untuk meningkatkan kecerdasan dan kreatifitas anak-anak pesisir. 

Dibantu sejumlah aktivis jebolan universitas di Makassar dan Ambon, antara lain Dedy Kilwarany dan Hariyadi Rumain, Fahrun dkk membuka Lapak Baca Arganesha di Jalan Protokol. Lapak tanpa atap itu dibuka setiap hari pada pukul 15.00 – 18.00 WIT dan terlindung dari sengatan matahari karena berada di bawah pohon Trembessy. Anak-anak sekolah dibikin ketagihan datang ke sini, kadang ditemani orang tuanya.    

Fahrun bertutur, dulu sewaktu masih kuliah di Fakultas Perikanan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, masuk kampus tahun 2006, dirinya menginisiasi pembentukan Komunitas Lintas Sejarah dengan menghimpun mahasiswa-mahasiswa yang konsen terhadap sejarah dan budaya lokal. Komunitas itu memfokuskan perhatian pada penelusuran sejarah-sejarah lokal, untuk menguak jejak peradaban masyarakat Maluku yang terputus dan belum menemukan titik terang.

Saat masih di kampus, dia sempat berkeinginan membuka taman baca di kampungnya, Pulau Geser, namun keinginannya tertunda akibat dari kurangnya fasilitas pendukung berupa buku-buku dan sebagainya. Karena itu, setelah menjadi anggota Brimob Polda Maluku dan bertugas di SBT, dirinya menginisiasi pembangunan Lapak Baca Arganesha untuk mendorong lahirnya  lapak-lapak baca baru disertai gerakan-gerakan literasi dari mahasiswa lokal. 

Mentor Lapak Arganesha Hariyadi Rumain berkata, sebagian dari buku-buku yang ada di sini berasal  dari Lapak Baca Semesta, Yayasan Hekaleka dan Komunitas Tahury yang bermarkas di Kota Ambon. Meski tak banyak, Hariyadi yang aktif memberikan literasi kepada pelajar SD, SMP dan SMA yang datang berkunjung memastikan lapak ini tak sepi peminat. Namun kebanyakan buku yang tersedia masih didominasi ilmu-ilmu berorganisasi, sejarah, politik dan tokoh-tokoh nasional.

Hal itu dibenarkan salah satu pengunjung, Novita Saplut. Mahasiswa salah satu perguruan tinggi lokal ini menginginkan pengelola memperbanyak buku tentang filsafat pendidikan dan penelitian-penelitian ilmiah, karena sangat dibutuhkan. Selama ini, aku Novita, mereka mencari referensi tentang ilmu-ilmu filsafat dan metodologi penelitian melalui jejaring internet, namun hasil yang dapat belum memenuhi kebutuhan, sementara di kampus belum ada perpustakaan.         

Pengunjung lain, Irna Kilbaren mengaku senang datang ke sini karena tertarik dengan koleksi buku-buku  ilmiah yang belum selesai dibaca. Meski dia lebih tertarik membaca buku-buku tentang dunia wanita, kisah-kisah inspirasi dan  buku-buku agama, ilmu yang diperoleh dari sini sangat berarti, karena selain bahan bacaannya beragam, mereka bisa saling berdiskusi dan mendapat literasi dari para mentor yang sudah kenyang pengalaman di luar daerah.

“Saya senang datang ke sini karena hoby saya adalah membaca. Saya tertarik dengan buku-buku  yang ada di sini karena bagus-bagus dan menarik untuk dibaca. Saya berharap, kalau bisa, ke depan, ada buku tentang usaha-usaha kecil, teknologi dan motivasi-motivasi agar menjadi bekal bagi saya dan teman-teman lain berpikir kreatif dan produktif. Novel juga perlu untuk hiburan,” ungkap Dewi. 

Sayangnya, Lapak Baca Arganesha saat ini sudah ditutup, karena pemiliknya, Muhammad Fahrun Rumain, telah mendonasikan buku-buku koleksi pribadinya kepada TBM Insan Cita. Dia mendonasikan buku-bukunya karena percaya TBM Insan Cita dapat mengelola taman bacanya secara professional dan berkelanjutan. Baginya, tak penting siapa yang mengelola, karena yang terpenting adalah satu tujuan, yakni memasyarakatkan budaya literasi di Negeri Ita Wotu Nusa.

Memang, tak dapat ditampik, kehadiran rumah-rumah baca di Kabupaten SBT yang masih berkutat   meretas isolasi geografis adalah jawaban atas ketidakberdayaan pemerintah daerah memenuhi fasilitas pendidikan yang dibutuhkan anak-anak pesisir menghadapi tantangan era digital. Tidak heran, gerakan literasi diinisiasi aktivis mahasiswa dengan membangun rumah baca tanpa campur tangan pemerintah, untuk membekali anak-anak pesisir menapak masa depan.  

Taman Baca Keta di Negeri Administratif Keta Kecamatan Siritaun Wida Timur contohnya. Taman itu adalah mata air pejuang literasi. Penggagasnya Ali Akbar Rumeon, sampai nekat menelantarkan kuliahnya di Ambon, demi  mewujudkan obsesinya mencerdaskan anak-anak kampung melalui gerakan literasi. Baginya, tak ada yang lebih penting saat itu selain merajut mimpi anak-anak pesisir melalui taman baca, karena tak ada yang bisa diandalkan dari sekolah.

Berangkat dari sebuah keyakinan, pada 16 Januari 2016, Ali Akbar merintis pembangunan Taman Baca Keta dengan memanfaatkan rumah orang tuanya sebagai tempat sementara. Buku-buku yang diperoleh dari para relasi, tak banyak jumlahnya, diletakkan begitu saja pada lemari butut di kamar kosong, sedangkan ruang tamu dijadikan sebagai tempat membaca di atas tikar. Dibantu sejumlah relawan, Fais Rumain dkk, tiap hari, mereka tekun memberikan literasi kepada anak-anak sekolah dasar.

Meski banyak tantangan, Ali dkk pantang mundur ke belakang. Hingga akhirnya, cerita tentang rumah baca itu menyebar dan menular ke kampung-kampung sekitar. Melalui akun facebook Taman Baca Keta, cerita tentang rumah baca itu meluas di media sosial, hingga membuka jalan bagi mereka mendapatkan perhatian dari pegiat-pegiat pendidikan, antara lain Yayasan Heka Leka, Yayasan Peduli Pendidikan Anak Maluku dan bahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Tak sampai di situ, seiring dengan bertambahnya buku-buku bacaan yang antara lain disumbang oleh anggota DPR RI asal SBT Rohani Vanath, Taman Baca Keta mulai didatangi komunitas-komunitas baca dari Papua dan Jawa. Relawan dari Cirebon Jawa Barat bahkan bersedia meluangkan waktu selama berbulan-bulan untuk mengajar Bahasa Inggris. Informasi tentang keberadaan taman baca ini diketahui dari media sosial.

Ali dkk sangat bersyukur, lantaran Kedutaan Besar Amerika Serikat tak hanya membantu memberikaan fasilitas, tetapi juga mensponsori Program Komunitas Berbasis Pendidikan (Education Based Communitty Programme) Training of Trainer Mentor. Program itu dilaksanakan pada 19 – 20 Agustus 2017, diikuti para mentor dari rumah-rumah baca kampung sekitar, Walang Baca Air Panas, Non Violent Study Circles, Inspiring Development, Melihat ke Timur, Komunitas Klinik Apung dan Masyarakat Keta.  

Para mentor dibekali dengan metode-metode mengajar yang progresif dan kreatif untuk mempermudah mereka mengeksekusi proses transfer ilmu dan meningkatkan daya berpikir anak-anak. Puncak dari program penguatan kapasitas mentor itu, digenapkan dengan Bacarita Pendidikan tentang isu-isu kekinian, bersama Staf Dubes Amerika Serikat dan pegiat-pegiat literasi pada tanggal 15 Oktober 2017. Api literasi pun dinyalakan oleh masyarakat sebagai simbol kebangkitan melawan kebodohan.    

Usai kegiatan itu, masyarakat Keta langsung bergotong royong menyiapkan rumah panggung di atas laut  sebagai Taman Baca Keta. Laut dipilih sebagai lokasi taman baca untuk mendekatkan anak-anak dengan laut dan menggugah kesadaran mereka akan pentingnya melestarikan sumber daya pesisir. Hanya saja, proses pembangunan rumah panggung berukuran 17 x 15 meter itu berjalan tersendat sebelum akhirnya ditempati pada Februari 2018.

Menjelang pergantian tahun baru 2018, Anggota DPRD SBT Nuzul Rumain berkunjung ke Taman Baca Keta. Dia datang dengan membawa sedikitnya 750 buku bacaan yang dipak dalam lima karton besar. Buku-buku yang dibawanya kebanyakan tentang pertanian, perkebunan, perikanan dan mata pelajaran sekolah. Sejak saat itu, Taman Baca Keta makin eksis mengembangkan gerakan literasi, hingga menular ke kampung-kampung sekitar. Sang penggagas Ali Akbar Rumeon pun kembali ke kampus.

Saat ini, selain Taman Baca Keta, terdapat belasan rumah baca yang dirintis para mahasiswa, antara lain  Rumah Baca Suru, Rumah Baca Nama, Walang Baca Waras Waras, Rumah Baca Usung Rumkafar, Rumah Baca Airnanang, Rumah Baca Danama, Taman Baca Rumadan dan Sekokah Pantae Birit. Sejalan dengan itu, budaya literasi terus tumbuh dan berkembang di rumah-rumah baca, hingga berpengaruh terhadap kualitas pendidikan anak-anak pesisir dan itu sudah teruji dalam lomba-lomba ilmiah di level provinsi.