teknologi

Baterai Jadi Isu Utama bagi Percepatan Program Kendaraan Listrik

Oleh: Heri Firmansyah Editor: Heri Firmansyah 10 May 2020 - 11:43 kbrn-pusat

KBRN, Bogor : Mayarakat Riset Material Indonesia atau Materials Research Society Indonesia (MRS-INA) bekerja sama dengan Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) menggelar Konferensi Internasional tentang Material Maju di Sentul, Bogor, pada 8-9 Oktober 2019.

Konferensi ini bertujuan membahas perkembangan teknologi yang berkaitan dengan material maju beserta aplikasinya terutama sebagai bahan pembuat baterai.

Ketua Penyelenggara konferensi, Rudy Haryanto mengatakan, para peneliti dan peserta dapat mengikuti perkembangan penelitian terbaru.

“Melalui konferensi ini diharapkan para peneliti dan peserta dapat mengikuti tren terbaru (late breaking news) dari para pembicara kelas dunia, mengenalkan dan mempromosikan penelitian dan institusinya dalam satu forum untuk saling berdiskusi dan mengembangkan jejaring,” kata Rudy Haryanto, Selasa (8/10/2019) siang. 

Peneliti BATAN bidang Material Maju sekaligus Ketua MRS-INA, Evvy Kartini menjelaskan, perkembangan penelitian di bidang material maju, saat ini telah berkembang pesat. Salah satu pemanfaatannya adalah sebagai bahan penyusun baterai lithium.

Terlebih lagi setelah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, tutur Evvy, baterai menjadi isu utama dalam penyediaan energi transportasi di masa mendatang.

"Pengembangan baterai lithium-ion dengan berbagai kelebihannya memiliki peran penting dalam pengembangan kendaraan listrik," ujar Evvy Kartini.

Terkait dengan pengembangan baterai lithium-ion, bersama konsorsium, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah menjadi leading dalam pengembangan material elektrolit padat, berbasis gelas fosfat, yang akan menjadi baterai padat masa depan (all solid state Battery). Hasil pengembangan baterai lithium-ion ini telah dimanfaatkan sebagai penerangan jalan umum (PJU).

"Selain itu, banyak inovasi terkait perkembangan material baterai, baik untuk katoda, anoda maupun untuk pengganti separator," tambahnya.

Sejalan dengan tuntutan era industri 4.0, dan Perpres No. 55 Tahun 2019, serta peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), Evvy memandang perlu membangun industri baterai di Indonesia. Hal ini akan menjadikan kemandirian energi tingkat nasional. 

"Ke depan, baterai akan menjadi faktor kunci, baik kendaraan listrik, penerangan jalan umum, power house, dan peralatan elektronik lainnya, harus menjadi bagian dari industri di Indonesia," tambahnya.

Saat ini, menurut Evvy, riset baterai, industri maupun pengguna masih terpisah, oleh karena itu, bersamaan dengan konferensi ini juga di-launching National-Battery Research Institute (NBRI), yaitu sebuah konsorsium nasional di bidang baterai. Dengan adanya N-BRI, diharapkan, para pakar Indonesia bersatu, termasuk industrinya, untuk membangun industri baterai milik nasional. 

Evvy berharap, regulasi terhadap baterai impor yang masuk perlu diperhatikan lagi untuk menjaga konsumen. Sebenarnya, Indonesia kaya akan material baterai, yang utama dicari sekarang berbasis Nikel, mangan dan Cobalt, selain dari Lithium sebagai sumber energinya. 

"Karena itu, diharapkan, Indonesia dapat mengolah sendiri material tersebut, untuk meningkatkan TKDN, dan produk dalam negeri. Untuk ini, penguasaan ilmu material sangatlah penting," pungkasnya.