ekonomi

Minyak Curah Polos dan Gorengan, Pilih Sehat Atau Sakit?

Oleh: Editor: 10 May 2020 - 11:43 kbrn-pusat

KBRN, Jakarta : Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Selasa, 8 Oktober 2019, baru saja merilis larangan peredaran minyak curah polos, dan mulau berlaku pada 1 Januari 2019 mendatang. Salah satu alasan kuat kebijakan tersebut adalah minyak curah dianggap tidak sehat bagi sistem tubuh manusia dan tidak higienis karena tidak melewati proses pengemasan dari pabrik. Pihak pertama yang menyuarakan penolakan terhadap kebijakan tersebut adalah para pedagang gorengan yang setiap harinya menggunakan minyak curah untuk menjajakan dagangannya kepada konsumen.

Seperti dilansir CNN Indonesia, seorang pedagang bernama Dedi Paryadi yang biasa berjualan di kawasan Jakarta Pusat keberatan dengan kebijakan itu. Pasalnya, sebagai pedagang ia merasa rugi jika tidak menggunakan minyak goreng curah. Menurut Dedi, dibandingkan minyak kemasan yang higienis, minyak curah cenderung lebih murah.

Dengan menggunakan minyak curah, Dedi bisa menekan biaya produksi gorengan miliknya, sehingga dapat meraup untuk lebih besar. Jadi, apabila pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah, mau tidak mau dia harus menggunakan minyak goreng kemasan. Dan agar tidak mempengaruhi keuntungan, ia pasti akan menaikkan harga gorengan.

Dalam berdagang setiap hari, Dedi menghabiskan dua setengah liter minyak curah dengan harga Rp12 ribu. Sedangkan harga gorengan dibanderol Rp1.000 per buah. Sudah menggunakan cara itu, ia masih merasa keuntungannya kurang stabil apalagi nanti jika minyak curah polos (tanpa kemasan) benar-benar dilarang peredarannya.

"Kalau bisa lebih baik dibatalkan (peraturannya)," ujar Dedi.

Rekan pedagang gorengan lain bernama Sutrisno juga ingin agar kebijakan itu dibatalkan karena memberatkannya sebagai seorang pedagang. Dan saat mengetahui alasan peraturan adalah untuk menjamin kesehatan masyarakat, Sutrisno berdalih selama ini tidak ada pembeli yang mengeluh sakit seusai menyantap gorengan dagangannya.

"Gak pernah ada (keluhan) selama delapan tahun saya jualan. yang beli sehat-sehat saja," ujar Sutrisno.

Pertanyaannya, benarkah gorengan dengan minyak curah itu tidak berbahaya bagi tubuh manusia dalam jangka waktu tertentu?

Seorang pedagang gorengan yang biasa melintas di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur, dan kerap berhenti mencari pembeli di sekitar pertigaan Jembatan sesudah gedung lama Radio 68H mengatakan, ia bisa menghabiskan dua sampai tiga liter minyak goreng curah, yang digunakannya sejak buka pagi hari pukul 10.00 WIB sampai pukul 24.00 tengah malam setiap harinya.

Cara penggunaan minyak goreng, biasanya ia akan memakai satu setengah liter terlebih dulu di awal. Nantinya setelah minyak dirasa semakin menyusut karena terus menggorang dagangan, pelan-pelan ia akan memasukkan minyak baru ke dalam minyak lama sampai habis total dua atau tiga liter.

Perlu diketahui, seperti dilansir wikipedia, minyak masakan adalah minyak atau lemak yang berasal dari pemurnian bagian tumbuhan, hewan, atau dibuat secara sintetik yang dimurnikan dan biasanya digunakan untuk menggoreng makanan. Minyak masakan umumnya berbentuk cair dalam suhu kamar. Minyak masakan kebanyakan diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, serealia, kacang-kacangan, jagung, kedelai, dan kanola.

Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3 - 4 kali penggorengan. Dan jika digunakan berulang kali, minyak akan berubah warna. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk asam lemak jenuh.

Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya. Setelah penggorengan berkali-kali, asam lemak yang terkandung dalam minyak akan semakin jenuh. Dengan demikian minyak tersebut dapat dikatakan telah rusak atau dapat disebut sebagai minyak jelantah.

Penggunaan minyak berkali-kali juga akan membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Minyak yang seperti ini dikatakan telah rusak dan berbahaya bagi kesehatan karena suhu yang semakin tinggi dan semakin lama pemanasan, membuat kadar asam lemak jenuh akan semakin naik.

Minyak nabati dengan kadar asam lemak jenuh yang tinggi akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi berbahaya bagi kesehatan.

Selain karena penggorengan berkali-kali, minyak dapat menjadi rusak karena penyimpanan yang salah dalam jangka waktu tertentu sehingga ikatan trigliserida pecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas.

5 Bahaya Kesehatan yang Mengintai Akibat Sering Makan Gorengan Versi Hellosehat

Sebelum tergiur dan kehilangan kontrol karena makan gorengan dalam jumlah banyak, pertimbangan dulu beragam efek buruk di baliknya.

1. Kualitas minyak goreng tidak selalu bagus

Tidak semua gorengan dimasak dengan minyak baru atau yang belum pernah dipakai sebelumnya. Seorang pembeli mungkin pernah atau bahkan sering makan gorengan dari minyak yang sudah dipakai berulang kali.

Minyak tersebut biasanya memiliki ciri khas warna coklat kehitaman yang sangat kentara. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa terlalu sering makan gorengan yang tidak sehat minyaknya sangat berbahaya bagi kesehatan. Pasalnya, masing-masing jenis minyak goreng memiliki suhu maksimum yang membuatnya akan menghasilkan asap ketika dipanaskan (smoke point).

Ketika telah mencapai smoke point, kualitas minyak biasanya sudah mulai rusak sehingga tidak lagi bagus untuk dikonsumsi oleh tubuh. Bukan hanya itu, minyak goreng juga bisa dengan mudah teroksidasi saat dipanaskan pada suhu tinggi. Akibatnya, residu minyak yang masuk ke dalam tubuh akan membentuk senyawa serta radikal bebas yang berbahaya bagi kesehatan. Semakin sering minyak digunakan, semakin rendah pula tingkat smoke point yang dimilikinya sehingga memudahkan munculnya senyawa yang membahayakan tubuh.

2. Menambah asupan lemak trans

Ada dua jenis lemak trans. Pertama, lemak trans alami yang hadir dalam jumlah sedikit di dalam makanan, seperti daging dan produk susu. Kedua, lemak trans buatan yang terbentuk ketika lemak jenuh melalui proses hidrogenasi, yang muncul saat makanan digoreng pada suhu tinggi.

Proses ini akan mengubah struktur kimiawi lemak, sehingga nantinya akan lebih sulit untuk dicerna oleh tubuh. Alhasil, akan timbul berbagai efek buruk bagi kesehatan akibat kandugan lemak trans. Mulai dari meningkatnya risiko penyakit jantung, kanker, diabetes, hingga obesitas.

BACA JUGA: Minyak Curah Sebenarnya Tetap Boleh Edar, Ini Penjelasannya

Namun, penting untuk membedakan jenis lemak trans alami yang memang sudah ada di dalam makanan, dan lemak trans buatan yang terbentuk dari hasil pemanasan minyak pada suhu tinggi. Sejauh ini, lemak trans alami dalam makanan belum terbukti memiliki efek buruk bagi kesehatan yang sama seperti lemak trans buatan dalam gorengan.

3. Mengandung banyak minyak

Salah satu alasan mengapa gorengan terasa gurih saat dimakan, mungkin karena tepung berbumbu yang digunakan sebagai pelapis. Namun tahukah Anda, kalau tepung tersebut bisa menyumbang lemak dalam jumlah banyak ke dalam gorengan?

Sifat menyerap minyak yang dimiliki oleh tepung menjadikan bagian tepung di gorengan mampu menyimpan banyak minyak setelah melalui proses penggorengan. Selain itu, semakin lama suatu makanan digoreng akan semakin banyak pula jumlah minyak yang terserap ke dalamnya.

Ini karena ketika makanan terpapar suhu panas dari minyak, air yang terkandung dalam makanan tersebut akan menguap. Proses penguapan akan membuat pori-pori pada makanan cenderung membesar, sehingga memberikan cukup ruang bagi minyak untuk masuk dan terserap ke dalam gorengan tersebut.

4. Meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis

Meski enak dan bikin ketagihan, tapi hobi makan gorengan menempatkan manusia pada risiko tinggi untuk terserang penyakit kronis, seperti jantung, diabetes, dan obesitas.

Sebuah penelitian dilakukan Department of Nutrition Harvard School of Public Health, mendapatkan hasil bahwa makan makanan yang digoreng setidaknya seminggu sekali, dapat meningkatkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung. Bahkan, risiko ini akan semakin meningkat seiring dengan banyaknya jumlah gorengan yang dikonsumsi.

Memang sering tidak disadari, makan gorengan bisa meningkatkan tekanan darah, berat badan, dan menurunkan kadar kolesterol “baik” atau HDL. Semua hal tersebut merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.

Sebagai contoh, wanita yang makan satu atau lebih porsi ikan goreng per minggu berpeluang mengalami gagal jantung sebesar 48 persen lebih tinggi ketimbang wanita yang hanya makan 1-3 porsi setiap bulan. Hasil tersebut diperoleh dari Journal Circulation: Heart Failure. Begitu pula dengan diabetes. Penelitian dari American Journal of Clinical Nutrition, mengungkapkan bahwa orang yang makan 4-6 porsi gorengan per minggu berisiko 39 persen lebih tinggi untuk mengalami diabetes tipe 2, daripada yang hanya makan 1 porsi per minggu.

Di sisi lain, makanan yang digoreng tentu mengandung kalori yang lebih banyak daripada yang tidak goreng. Secara otomatis, asupan kalori yang masuk ke dalam tubuh pun akan semakin banyak. Lebih dari itu, lemak trans yang ada di dalam makanan yang digoreng diyakini dapat memengaruhi kerja hormon pengatur nafsu makan dan penyimpang lemak. Itu sebabnya, Anda sering merasa seolah sangat lapar ketika makan makanan tersebut yang kemudian akan memengaruhi berat badan akibat kalori dan lemaknya.

5. Tinggi kandungan acrylamide

Acrylamide adalah suatu zat kimia yang terbentuk di dalam makanan ketika dimasak pada suhu tinggi, salah satunya digoreng. Zat ini berasal dari reaksi kimia antara gula dan asam amino bernama asparagin. Kandungan acrylamide yang tinggi biasanya terdapat pada makanan bertepung, seperti kentang goreng, ayam goreng, dan lain sebagainya.

Sebuah penelitian yang dimuat dalam International Journal of Cancer menemukan bahwa zat acrylamide berisiko  menimbulkan penyakit kanker ginjal, kanker endometrium, dan kanker ovarium.

10 Bahaya Gorengan bagi Kesehatan Versi Doktersehat

Jika Hellosehat hanya memaparkan lima fakta medis akan bahaya makan gorengan, situs doktersehat mem-breakdown semua itu ke dalam 10 bahaya gorengan bagi kesehatan manusia.

1. Tubuh menjadi lemas dan mudah mengantuk

Bahaya gorengan yang pertama adalah menganggu aktivitas seseorang dalam memulai hari karena bisa membut tubuh lemas dan menimbulkan rasa mengantuk. Terlalu banyak mengonsumsi gorengan, akan membuat asupan lemak di awal hari berlebihan.

Padahal, lemak adalah salah satu zat gizi yang lambat cerna. Lemak yang berlebihan bisa membuat metabolisme tubuh menjadi lambat. Dampaknya, tubuh menjadi lemas dan cenderung mengantuk karena metabolisme tubuh seakan dipaksa bekerja cukup berat di awal hari.

2. Gangguan pencernaan

Bahaya gorengan berikutnya adalah munculnya gangguan pencernaan. Seperti penjelasan sebelumnya, akibat asupan lemak dalam jumlah banyak dan waktu yang berdekatan, hal itu membuat pencernaan bekerja lebih keras.

Bahaya makan gorengan ini bisa langsung mengganggu metabolisme pencernaan apabila konsumsi gorengan saat perut masih kosong. Pada akhirnya, hal itu akan membuat perut terasa kembung, begah atau rasa tidak nyaman lainnya.

3. Asupan lemak dalam tubuh berlebihan

Lemak trans buatan terbentuk ketika lemak jenuh melalui proses hidrogenasi, yaitu saat makanan digoreng pada suhu tinggi. Proses ini membuat struktur kimia lemak berubah, yang pada akhirnya akan sulit untuk diproses oleh tubuh dan meningkatkan beberapa penyakit kronis

BACA JUGA: Benarkah Larangan Minyak Curah Merugikan Rakyat? Ini Ulasannya

Dalam jangka panjang, hal ini tentu bisa berbahaya pada tubuh karena asupan lemak yang berlebihan akan memengaruhi kadar lemak darah dan kolesterol. Jika hal ini terus menerus dijadikan kebiasan, risiko penyakit degeneratif tentu juga semakin meningkat.

Sejauh ini, lemak trans alami yang terdapat pada makanan belum terbukti memiliki efek buruk bagi kesehatan yang sama seperti lemak trans buatan dalam gorengan.

4. Diabetes

Bahaya gorengan selanjutnya adalah munculnya penyakit diabetes. Sebuah penelitan mengungkapkan, jika terlalu banyak mengonsumsi gorengan menimbulkan risiko terkena penyakit diabetes tipe 2 semakin meningkat.

5. Stroke

Jika mengonsumsi gorengan dalam jumlah banyak, kolesterol yang terkandung di dalamnya bisa menyebabkan terbentuknya plak. Saat plak terbentuk, aliran pembuluh darah akan terhambat. Komplikasi dari aliran darah yang terganggu adalah munculnya stroke, serangan jantung, dan aterosklerosis.

6. Kanker

Zat kimia yang terbentuk di dalam makanan saat dimasak saat suhu tinggi adalah acrylamide. Zat ini terbentuk dari reaksi kimia antara asam amino dan gula, yang dinamakan asparagin. Tingginya kandungan acrylamide biasanya terdapat pada makanan bertepung. Beberapa penyakit yang bisa ditimbulkan dari zat acrylamide yaitu kanker ovarium, kanker endometrium, kanker prostat, hingga kanker ginjal.

7. Nyeri dada

Bahaya gorengan yang sering kali tidak disadari adalah menimbulkan nyeri dada atau sensasi terbakar pada dada. Kondisi ini bisa terjadi karena bergeraknya asam lambung ke dalam esofagus.

8. Memicu tukak lambung

Tukak lambung adalah luka yang terjadi di sekitar bagian dalam lambung atau usus yang menyebabkan rasa nyeri pada sistem pencernaan. Gangguan ini disebabkan oleh bakteri H. pylori. Bahaya gorengan yang terkait dengan kondisi ini adalah menyebabkan keasaman dan bisul di perut.

9. Penyakit jantung

Konsumsi makanan yang digoreng bisa meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) serta menurunkan kadar kolesterol baik (HDL) dan menyebabkan tekanan darah tinggi, di mana hal ini menjadi faktor risiko datangnya penyakit jantung.

10. Obesitas

Bahaya gorengan yang terakhir adalah berisiko meningkatkan seseorang untuk mengalami obesitas. Hal ini disebabkan oleh lemak trans buatan yang terbentuk ketika lemak jenuh mengalami proses hidrogenasi. Lemak trans buatan muncul saat makanan digoreng pada suhu tinggi. Karena proses ini bisa mengubah struktur kimiawi lemak, hal itu bisa menyebabkan tubuh sulit untuk mencernanya. Efek trans lemak buatan ini meningkatkan risiko obesitas, diabetes, penyakit jantung dan kanker.

Upaya Menurunkan Risiko Gangguan Kesehatan Akibat Konsumsi Gorengan

Jika Hellosehat dan Doktersehat menitikberatkan pada beragam bahaya mengonsumsi gorengan, kali ini situs Alodokter coba menghadirkan ulasan untuk mengurangi risiko buruk konsumsi gorengan.

Cara terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan mengganti minyak trans atau minyak yang telah mengalami hidrogenasi dengan jenis minyak yang lebih sehat seperti minyak zaitun, kanola, jagung, biji bunga matahari dan minyak wijen.

Agar minyak tidak menyerap ke dalam makanan yang digoreng, disarankan untuk menggoreng makanan pada suhu 176-1900C. Jika suhu menggoreng berada di bawah suhu tersebut, minyak dapat meresap ke dalam makanan. Sebaliknya, jika suhu terlalu tinggi, makanan akan menjadi terlalu kering dan minyak juga dapat teroksidasi.

Adapun cara lain yang bisa dilakukan dalam meminimalisir proses menggoreng makanan dengan memanggang makanan menggunakan oven. Sebelum memanggang daging, oleskan minyak zaitun, sehingga daging akan menjadi lebih renyah saat dikonsumsi.

Hal yang tak kalah penting dalam meminimalisir dampak buruk dari makanan yang digoreng adalah menghindari penggunaan minyak secara berulang. Lebih disarankan, minyak hanya digunakan sekali pakai dalam menggoreng. Agar makanan yang telah digoreng tidak terlalu berminyak, disarankan pula untuk menggunakan tisu kertas agar minyak yang berlebih dapat diserap.

Jika ingin mengonsumsi gorengan, sebaiknya membuat sendiri di rumah, dibandingkan membelinya. Gorengan yang dibuat di rumah cenderung lebih sehat karena masyarakat dapat dengan bijak memilih minyak serta cara menggorengnya.

Kebersihan dan Kemasan Higienis Minyak Goreng Harus Diperhatikan

Setelah membaca ulasan dari tiga situs kesehatan tersebut, sepertinya sudah bisa didapat sebuah gambaran bahwa penyakit yang ditimbulkan akibat konsumsi gorengan yang tidak dimasak dengan minyak goreng pilihan yang sehat bagi tubuh dan higienis kemasannya tidaklah langsung terasa dalam satu atau dua hari setelah konsumsi gorengan.

Bahkan seorang pedagang gorengan yang mengaku sudah delapan sampai sepuluh tahun berjualan lantas mengklaim tidak ada keluhan dari pembelinya tidak akan tahu apakah dalam rentang waktu delapan sampai sepuluh tahun itu sudah berapa pembeli atau konsumennya yang masuk perawatan rumah sakit atau rawat jalan, bahkan mungkin meninggal dunia akibat terkena penyakit-penyakit kronis.

Kembali pada larangan penggunaan minyak goreng curah tidak sehat dan kurang higienis akibat tanpa kemasan, ada dua alasan mengapa minyak curah perlu dilarang.

Pertama, konsumsi minyak curah berdampak buruk bagi kesehatan dan hal ini menjadi alasan utama. Memang tidak dirasakan sekarang, misalnya sehabis menyantap gorengan yang dimasak menggunakan minyak curah lantas seseorang bisa masuk rumah sakit. Akan tetapi akibatnya baru dirasakan suatu saat nanti, di masa depan, entah setahun berikutnya, dua tahun, tiga tahun, bahkan sampai 10 tahun mendatang.

Masih untuk alasan pertama, minyak curah ditemukan banyak sekali berasal dari minyak goreng bekas sehingga akan berdampak negatif terhadap kesehatan manusia di masa mendatang. Bahkan produksi minyak curah juga didapati kerap menggunakan campuran bahan kimia yang tidak jelas, sehingga otomatis sangat berbahaya bagi sistem tubuh manusia yang mengonsumsi makanan olahan yang menggunakan minyak curah.

Mirisnya, berdasarkan temuan pemerintah, ada pula minyak curah yang dicampur dengan sisa-sisa minyak dari selokan pabrik, dan lain sebagainya.

Alasan kedua, produsen minyak curah sering mencurangi takaran, dimana hal itu berdampak pada harga minyak curah yang fluktuatif di pasaran. Bahkan kadang jauh lebih mahal dari minyak kemasan yang sebenarnya sangat jauh lebih higienis.

Sehingga, dengan aturan wajib kemasan, pemerintah nantinya bisa menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng, guna menetralisir permainan harga minyak curah terutama saat Indonesia sedang menjelang hari raya nasional maupun keagamaan seperti Idul Fitri, Natal, sampai Tahun Baru. Fenomena nyata setiap hari raya memang terjadi bahwa harga minyak curah di pasar selalu bergejolak naik tajam, sementara di toko waralaba justru menggalakkan aksi diskon harga besar-besaran bagi minyak goreng kemasan untuk menyambut hari raya atau hari libur nasional. Tujuan lain dari diskon itu juga untuk menghadirkan harga minyak goreng murah di tengah kenaikan harga minyak curah.

Dengan kebijakan pelarangan edar minyak curah tanpa kemasan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan RI juga sudah menentukan HET minyak goreng kemasan Rp11.000 per liter. Artinya, pedagang minyak curah yang sudah dikemas secara higienis juga akan menikmati harga itu. Dengan harga itu, pemerintah menilai, negara hadir untuk menetralisir fluktuasi harga terutama minyak goreng yang selama ini selalu terjadi pada momen tertentu.