info-publik

Industri Kulit Magetan Jaga Orisinilitas Ditengah Gempuran Produk Kulit Sintetis

Oleh: Hani Fadilah Editor: 10 May 2020 - 11:42 kbrn-pusat

KBRN, Magetan: Berdasarkan catatan sejarah, Industri kerajinan kulit Magetan sudah melalui perjalanan panjang. Industri penyamakan kulit di Kabupaten Magetan telah ada sejak tahun 1830. Pada masa berakhirnya Perang Diponegoro, para pengikut setia Pangeran Diponegoro yang tersebar di daerah timur sampai ke Magetan memulai usaha penyamakan kulit. Pada awalnya pengrajin kulit Magetan membuat kerajinan kulit untuk perlengkapan berkuda dan berperang. 

Giat usaha tersebut pernah sempat terhenti sementara pada masa pendudukan Jepang akan tetapi mulai bergeliat kembali setelah kemerdekaan Indonesia atau sekitar tahun 1950 hingga 1960-an. Tahun tersebut adalah masa keemasan Industri Kerajinan Kulit Magetan. Kerajinan kulit seperti sepatu dan sandal mendapat pasar yang cukup menjanjikan. Selain itu, pengrajin lebih berani mengkreasikan produk kerajinan dengan beraneka bentuk dan kegunaan.

Namun sangat disayangkan, pada tahun 1970-an industri kulit Magetan mengalami penurunan signifikan karena dipicu oleh semakin luasnya penggunaan barang berbahan dasar plastik. Serta kebijakan pemerintah kala itu memberi kebebasan ekspor kulit mentah seluas-luasnya. Hal ini berdampak pada industri kerajinan kulit dalam negeri yang semakin mengkerut.

Salah seorang pengrajin dan pemilik toko kerajinan kulit “Praktis” Magetan, Eko mengisahkan perjalanan usaha kerajinan kulit miliknya. Ia adalah penerus ayahnya, yang bisa jadi turut merasakan pasang surut usaha kerajinan kulit.

Saya adalah generasi ke-2 setelah ayah saya. Ayah saya mulai tahun 1974-2001. Kalau dulu cuma 2 divisi Upper (penjahitan) dan assembling (perakitan sol)”, kenangnya.

Meski ia hanya meneruskan usaha yang telah berjalan dibawah kepemimpinan ayahnya, pria dengan nama lengkap Budi Ridarwan Eko Patrianto mencoba melengkapi sistem yang telah ada.

“Saya memimpin penuh itu mulai 2001-sekarang. Saya pecah menjadi 4 divisi Lassembling, desing, finishing diluar itu ada management produksi dan marketing. Sistem penjualan juga saya rubah, kalau kita kita aktif kesana kemari mulai 2002 saya buat terbalik bagaimana konsumen datang kesini, kita buat semacam pasar pasif“, lanjut Eko saat ditemui di tokonya.

Setelah menemukan kembali peluang pasarnya, pergerakan ekonomi pengrajin kulit Magetan kembali menguat. Ia padukan langkahnya berseiring dengan program yang dimiliki pemerintah setempat dengan mengubah perkampungan kerajinan kulit menjadi Sentra Kerajinan Kulit Magetan. Saat ini, Eko menjabat sebagai ketua sentra.

Sentra kerajinan kulit Magetan berlokasi di Jalan yang sangat iconic di Kabupaten Magetan yakni Jalan Sawo, Kelurahan Selosari, Magetan, Jawa Timur. Sentra ini menampung produk-produk warga setempat yang menjadi produsen dan memiliki tenaga kerja, pengrajin yang tidak memiliki toko diwilayah sentra, serta produsen yang berada diluar wilayah sentra.

Ia menambahkan, “Saya sandingkan dengan program pemerintah dari Kemenkop pada saat itu, harus ada pola pendampingan harus ada koperasi dan sentra. Dulu rintisannya adalah Perkampungan Kerajinan Kulit semenjak 2002 berubah menjadi Sentra Kerajinan Kulit. Sentra itu saya yang mimpin”.

Sebagai ketua sentra, Eko ingin mempertahankan kekhasan kerajinan kulit Magetan yakni memproduksi sesuai permintaan pelanggan baik bentuk, warna dan ukuran. Ia juga memastikan bahwa seluruh pengrajin kulit dibawah naungan sentra kerajinan kulit Magetan menjaga keaslian produk-produknya karena kerajinan Kulit Magetan sudah terkenal memiliki kualitas dan kaewetan namun relatif lebih terjangkau jika dibandingkan produk kulit dari daerah lain.

“Dikota lain 1 item diproduksi massal tapi kalau di Magetan banyak model kita bikin semuanya senyampang itu masih alas kaki, kalau dikota lain g mungkin. Khusus untuk kualitas karena sangat komplit bahan bakunya jadi mulai kelas A-C ada. Dari segi kualitas kulit magetan tetap nomer 1, sudah diakui daerah lain, Magetan satu-satunya penghasil kulit olahan berkelas IKM”, kata Eko sambil tertawa kecil.

Lanjutnya,”sekali lagi Magetan hanya punya ketrampilan memroses kulit (asli). Kita agak sulit merespon teman-teman yang mau memroses imitasi”.

Saat ini didalam Sentra Kerajinan Kulit Magetan terdapat 44 outlet terdiri dari 14 produsen dan 34 pemilik toko (penjual). Penjual, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menampung hasil produksi pengrajin diluar area Sentra serta pengrajin yang tidak memiliki toko.

Meski telah ditata sedemikian sistematis namun masih terdapat hal yang kurang memuaskan. Dari 850 m total panjang area jalan Sawo, tercatat hanya 11m outlet aktif. Setelah ditelurusi ternyata kecilnya persentase pengguna manfaat (UKM bagian hilir) dalam memanfaatkan peluang, menjadi penyebabnya. Hal ini tentu menggelitik Eko dan pengurus sentra untuk berfikir cara mengembangkan sentra.

Meski demikian, pembeli nampak selalu memadati toko-toko di area Jalan Sawo. Beberapa pembeli menunjukkan kekaguman terhadap pilihan yang ditawarkan oleh setiap toko.

Seorang pengunjung dari Kabupaten Pamekasan, Herlina mengungkapkan ia memborong sebanyak 10 pasang sepatu. Selain itu ia amat tertarik untuk memboyong tas berbahan kulit.

“Kemaren sudah beli sepatu 10 pasang. (Selanjutnya) pengennya tas sih. Saya pikir lumayan harga standar”, jawab Herlina sambil memilih produk.

Hal senada disampaikan Mukhosim pengunjung dari Trenggalek ia menilai produk sepatu dan tas kulit yang ditawarkan telah mengikuti tren fashion kekinian. Ia juga menanggapi harga yang ditawarkan telah sesuai dengan kualitas produk.

“Sejauh ini yang menonjol sepatu sama tasnya saya lihat sudah baru referensinya. Teman-teman banyak yang cocok banyak yang angkut. Terkait harga kelihatannya sudah sesuai dengan model dan motif serta kualitas kulit, itupun bukan pasar yang terlalu tinggi. Ketika mahal pun labelnya sudah bagus juga”, ujar Mukhosim.

Merespon masukan yang diberikan oleh pembeli dan pelanggan, Eko yang telah memiliki 1 cabang Praktis, 6 agen tetap dan 52 dropstore, tak henti mengingatkan agar pelayanan tokonya selalu prima. Ia berpesan pada pelayan toko untuk selalu ramah terhadap pelanggan dan memberikan informasi terkait perawatan produk kulit. Hal ini diungkapkan oleh seorang pelayan toko, Dyah.

Sambil menunjukkan sepatu Dyah menyampaikan, “disuruh ramah, kalau ada orang beli disapa. (beri info) ukuran, stok, model dan warna”.

Terkait program terbaru pemerintah Kabupaten Magetan yakni pengalihan arus, Jalan Diponegoro saat ini telah menjadi satu arus dari selatan ke utara. Hal ini memudahkan pengaturan kendaraan besar seperti Bus Pariwisata yang hendak berhenti dan mengunjungi sentra kerajinan kulit Magetan. Diharapkan kemudahan ini dapat semakin memancing lebih banyak pengunjung untuk datang ke Jalan Sawo.

Kemudahan pengaturan parkir diungkapkan oleh seorang juru parkir, Sugeng

“Kalau Sabtu-Minggu pukul 2-5 sore arus lalu lintas macet. Setelah dirubah 1 jalur ya g macet, lancar aja. Roda 4 dan 6 itu (parkir) di barat semua”, kata Sugeng

Kerajinan kulit Magetan dengan segala dinamikanya diproyeksikan akan bisa berjaya. Wisata belanja sebagai wisata alternatif diharapkan dapat menjadi pusat berkembangnya kreatifitas dan inovasi. Bahkan sangat berpeluang menjadi pusat tren baru didunia fashion.

Sinergi antara pengrajin yang tetap mempertahankan orisinalitas dan pemerintahan pengambil keputusan harus tetap terjalin dengan baik. Sehingga roda ekonomi dapat selalu berputar dan membawa dampak positif bagi perkembangan daerah.

(HF)