hukum

KPK Panggil Sekjen KKP Sebagai Saksi Suap Kuota Impor Ikan

Oleh: Tegar Haniv Alviandita Editor: 10 May 2020 - 11:42 kbrn-pusat

KBRN, Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) panggil Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Nilato Perbowo sebagai saksi dalam kasus suap terkait dengan kuota impor ikan tahun 2019.

Selain memanggil Sekjen KKP, hari ini penyidik KPK juga panggil beberapa saksi lainnya yaitu : Ang Benny Shawpindo selaku pemilik PT Bahari Sejahtera, Juniosco Cuaca selaku Direktur PT YFIN International, dan H.J. Nurlaila.

Direncanakan keseluruhan saksi yang dipanggil hari ini akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mujib Mustofa (MMU) selaku Direktur PT. Navy Arsa Sejahtera.

"Dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi untuj tersangka MMU" kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah Selasa (15/10/2019).

Dalam kasus ini KPK telah menetapkan 2 orang sebagai tersangka yaitu Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perum Perindo), Risyanto Suanda (RSU) sebagai tersangka penerima suap dan Mujib Mustofa (MMU) selaku Direktur PT. Navy Arsa Sejahtera sebagai tersangka pemberi suap dalam kasus ini.

Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya dugaan alokasi fee Rp1.300 untuk setiap kilogram Frozen Pacific Mackarel yang diimpor ke Indonesia. Ini seharusnya tidak terjadi sehingga masyarakat bisa menikmati ikan dengan harga yang lebih murah.

Perum Perindo merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki hak untuk melakukan impor ikan. Perum Perindo dapat mengajukan kuota impor ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Apabila KKP mengeluarkan rekomendasi, maka rekomendasi tersebut beserta persyaratan lain dikirimkan ke Kementerian Perdagangan untuk mendapat izin. Setelah izin dikeluarkan PT Perindo kemudian bisa melakukan impor langsung ke negara dituju.

Sementara PT Navy Arsa Sejahtera (NAS) merupakan salah satu perusahaan importir ikan, namun telah masuk blacklist sejak tahun 2009 karena melakukan impor ikan melebihi kuota, sehingga saat ini PT NAS, Mujib Mustofa tidak bisa mengajukan kuota impor. Melalui mantan Pegawai Perum Perindo, Mujib Mustofa berkenalan dengan Ridyanto Suanda, Dirut Perum Perindo. Setelah itu terjadi pertemuan diantara keduanya yang membicarakan masalah kebutuhan impor ikan.

Pada sekitar bulan Mei 2019 dilakukan pertemuan antara Mujib Mustofa dan Risyanto Suanda. Saat itu disepakati bahwa Mujib akan mendapatkan kuota impor ikan sebanyak 250 ton dari kuota impor Perum Perindo yg disetujui Kemendag. Sehingga meskipun kuota impor diberikan kepada Perum Perindo, pada kenyataannya yang melakukan impor adalah PT NAS.

Setelah 250 ton ikan berhasil diimpor oleh PT NAS, kemudian ikan-ikan tersebut berada di karantina dan disimpan di cold storage milik Perum Perindo. Berdasarkan keterangan Mujib Mustofa, hal ini dilakukan untuk mengelabui otoritas yang berwenang agar seolah-olah yang melakukan impor adalah Perum Perindo.

Pada tanggal 16 September 2019 MMU kembali bertemu dengan RSU (Risyanto Suanda) di salah satu lounge hotel di Jakarta Selatan. Karena RSU menganggap MMU (Mujib Mustofa) berhasil mendatangkan ikan. RSU menanyakan apakah MMU sanggup jika diberikan kuota impor ikan tambahan sebesar 500 ton untuk bulan Oktober 2019. MMU menyatakan kesanggupannya dan diminta oleh RSU untuk menyusun daftar kebutuhan impor ikan yang diinginkan.

Dalam pertemuan tersebut KPK menduga Risyanto menyampaikan permintaan uang sebesar USD 30ribu kepada Mujib Mustofa untuk keperluan pribadinya.

Pada tanggal 19 September 2019 RSU dan MMU bertemu di salah satu café di Jakarta Selatan. MMU menyampaikan daftar kebutuhan impor ikannya kepada RSU. Daftar tersebut berbentuk tabel yang berisi Informasi jenis ikan dan jumlah yang ingin diimpor dan commitment fee yang akan diberikan kepada pihak Perum Perindo untuk setiap kilogram ikan yang diimpor. Commitment fee yang disepakati adalah sebesar Rp.1300. 

KPK juga akan mendalami dugaan penerimaan sebelumnya dari perusahaan importir lain yaitu sebesar USD30 ribu, SGD30 ribu dan SGD50 ribu.

Sebagai pihak yang diduga pemberi suap MMU disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai pihak yang diduga penerima suap RSU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.