info-publik

Membaca Manuver Surya Paloh

Oleh: Danang Sundoro Editor: 10 May 2020 - 11:41 kbrn-pusat
KBRN, Jakarta : Menjelang pengumuman kabinet baru Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh kian gencar melancarkan manuver politik. Satu tangan ibarat menyodorkan madu, tangan lainnya ibarat menuang racun.

Madu? Surya mengajukan sejumlah kadernya kepada Jokowi untuk dipilih menjadi menteri, yakni Siti Nurbaya Bakar yang kemudian ditunjuk kembali menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Syahrul Yasin Limpo yang kemungkinan menduduki kursi Menteri Pertanian, dan Jhonny G Plate yang kemungkinan menjadi Menteri Komunikasi dan Informasi.

Racun? Surya mengaku partainya siap menjadi oposisi di luar pemerintahan. 

Sontak, pernyataan Surya ini direspons keras oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang mempersilakan Nasdem hengkang dari koalisi parpol pendukung pemerintah. Sekjen Partai Nasdem Jhonny G Plate kemudian datang menjadi pemadam kebakaran dengan menyatakan partaimya tetap berada di dalam koalisi.

Entah ada angin darimana, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengicaukan kabar tentang rencana kunjungan Surya Paloh bersama 10 kadernya ke kantor PKS, Rabu (30/10/2019) pekan depan.

Sohibul berkisah, saat pelantikan Jokowi-Ma'ruf sebagai Presiden-Wapres RI di Kompleks DPR/DPD/MPR, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019), dirinya duduk bersebelahan dengan Surya. Saat itu Surya membisikkan rencananya itu ke Sohibul yang kemudian ia meledek Surya, apa Nasdem mau menemani PKS di luar pemerintahan? Ledekan Sohibul itu dijawab Surya bahwa Nasdem tetap berada di dalan koalisi tetapi akan bersikap kritis.

Mitra kritis? Lalu apa bedanya dengan oposisi loyal? Bedanya, bila mitra kritis mendapatkan kursi di kabinet, oposisi loyal tidak. Jelas lebih untung Nasdem daripada PKS, bila PKS memang akan menjadi oposisi loyal.

Langkah politik Nasdem menjadi mitra kritis, bila memang jadi dilakukan, pernah ditempuh Partai Amanat Nasional (PAN) pada periode pertama pemerintahan Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla. Saat terjadi resafel kabinet, PAN menyorongkan kadernya, Asman Abnur, sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Namun menjelang berakhirnya masa pemerintahan Jokowi-JK, PAN menarik kembali Asman dari kabinet.

Selama kadernya berada di kabinet, sikap kritis PAN di parlemen tidak menyurut. Bahkan PAN kerap menggebuki kebijakan pemerintah bersama partai oposisi lainnya, yakni PKS dan Partai Gerindra.

Langkah PAN main dua kaki ini dimaksudkan untuk mengisi pundi-pundi partai guna kepentingan dana Pemilu 2019 di satu sisi. Di sisi lain untuk mengais suara di ceruk massa yang tidak mendukung Jokowi, juga untuk Pemilu 2019. Kali ini Jokowi tampaknya ingin mematahkan permainan dua kaki PAN, dengan belum diundangnya kader partai berlambang matahari terbit ini mengikuti semacam beauty contest atau fit and proper test calon menteri hingga Rabu (23/10/2019) dini hari.

Bukan kali ini saja Surya Paloh bermanuver. Sebelumnya, raja media ini juga bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan menyatakan dukungannya bagi Anies untuk 2024. Setelah timbul polemik, lagi-lagi Jhonny G Plate hadir sebagai pemadam kebakaran dengan menyatakan dukungan itu bukan untuk  Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, melainkan untuk Anies mengerahkan segenap kemampuannya dalam memimpin Ibu Kota.

Manuver Surya kali ini tampaknya dipicu oleh lepasnya kursi Jaksa Agung dari genggaman Nasdem. Maklum, melalui tangan Jaksa Agung, Nasdem bisa menggebuk lawan-lawan politiknya. Dengan manuver itu, Surya ingin menaikkan bargaining position (posisi tawar) Nasdem terhadap Jokowi.

Lebih jauh, Surya tampaknya ingin mengimbangi masuknya Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto ke kabinet. Mungkin ia mencium aroma tak sedap bahwa Prabowo sedang "main mata" dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk Pilpres 2024. Bisa jadi Megawati akan menduetkan Puan Maharani, kini Ketua DPR RI, dengan Prabowo sebagai pasangan capres-cawapres Pilpres 2024.

Surya mungkin sudah mengendus gelagat Megawati dan PDIP bakal meninggalkan dirinya dan Nasdem sejak ia menyatakan dukungannya kepada Anies. Sinyal itu bertambah kuat saat Surya diabaikan Megawati saat berpapasan dalam acara pelantikan Jokowi-Ma'ruf.

Tak mau kecolongan start, Surya pun segera nenggalang komunikasi dengan PKS yang memang paling keukeuh menjadi oposisi, dan di sisi lain merupakan parpol pendukung setia Anies.

Akankah Nasdem berkoalisi dengan PKS untuk mengusung Anies pada Pilpres 2024? Mungkin ada yang menilai terlalu dini karena "Belanda masih jauh". Tapi, di dunia politik tak ada yang tak mungkin. Semua serba mungkin. Politik adalah seni menjajaki kemungkinan-kemungkinan.

Jangan lupa, Surya Paloh adalah sedikit dari politikus Tanah Air yang memiliki insting politik cukup tajam. Surya Paloh-lah orang yang pertama kali menyatakan dukungan terhadap majunya Jokowi pada Pilpres 2014. Padahal saat itu bahkan PDIP dan Megawati pun masih adem-ayem saja. Terbukti kemudian Jokowi terpilih menjadi Presiden.

Surya Paloh pula orang yang pertama kali mendukung Ridwan Kamil maju sebagai calon gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Barat tahun 2018. Terbukti kemudian Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, pun terpilih sebagai Gubernur Jabar.

Surya Paloh pula yang membawa Nasdem lolos parlianment threshold atau ambang batas suara parlemen pada Pemilu 2014, pemilu perdana yang diikuti Nasdem, dan suara Nasdem naik signifikan pada Pemilu 2019.

Akankah manuver politik Surya Paloh ini membuahkan hasil? Kita tidak tahu pasti, sebagaimana kita juga tidak tahu pasti apakah benar Prabowo dan Megawati sedang "main mata" untuk Pilpres 2024.

Ataukah justru sebaliknya Jokowi yang sedang "main mata" dengan Prabowo untuk mengeliminasi dominasi pengaruh Megawati di parpol-parpol koalisi dengan memasukkan Prabowo ke kabinet? Biarlah waktu yang menjawab.

Oleh : 
Karyudi Sutajah Putra 
(Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta).