info-publik

Prof Dr Sardjito : Sosok Dokter, Ilmuwan, dan Pejuang Pendidikan

Oleh: Editor: 10 May 2020 - 11:40 kbrn-pusat
KBRN, Jakarta : Prof Dr Sardjito resmi menerima gelar sebagai Pahlawan Nasional dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2019).

Penganugerahan gelar tersebut diterima langsung oleh ahli waris di Istana Merdeka. Lalu siapakah sebenarnya sosok Sardjito?

Prof Dr Sardjito, lahir 13 Agustus 1889 di Purwodadi, Kawedanan Magetan, Karisidenan Madiun, Jawa Timur. Dia adalah dokter lulusan Stovia (sekolah kedokteran zaman kolonial Belanda) pada 1915. Sang ayah yang berprofesi sebagai guru, berhasil menginspirasi Sardjito untuk berjuang di dunia pendidikan Indonesia.

Lulus dari Stovia, ia bekerja sebagai dokter di Rumah Sakit Jakarta selama lebih kurang satu tahun, lalu pindah ke Institut Pasteur Bandung sampai 1920. Jiwa Sardjito sebagai seorang peneliti berkembang ketika ia mengikuti tim penelitian khusus influenza di Institut Pasteur. Pada waktu itu, influenza menjadi momok bagi masyarakat.

Sebagai seorang dokter, Sardjito telah mencatat penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi masyarakat, di antaranya, obat penyakit batu ginjal (Calcusol), dan obat penurun kolestrol (Calterol). Ia menekankan agar kedua obat tersebut tidak dijual mahal.

Selain menciptakan obat-obatan itu, ia juga menciptakan vaksin anti penyakit infeksi untuk Typus, Kolera, Disentri, Staflokoken dan Streptokoken.

Ia merupakan peneliti yang menggunakan pendekatan multidisipliner. Hal itu dibuktikan dengan karyanya berjudul "The Occurence in Indonesia of Two Diseases Rhinoscleroma and Bilharziasis Japonica Whose Spread is Rooted Deep in the Past". Karya ini dilakukan bersama ahli Paleoantrophologi G.H.R von Koenigswald.

Sebagai lulusan sekolah kedokteran, Sardjito juga aktif dalam organisasi dan gerakan kemahasiswaan. Sardjito pernah menjadi Ketua Budi Utomo Cabang Jakarta.

Peran Sardjito untuk dunia pendidikan terbukti kala Proklamasi 1945. Belanda dengan membonceng Sekutu kembali datang ke Indonesia dan menyerbu beberapa wilayah. Pertempuran hebat berkecamuk antara pejuang kemerdekaan dengan tentara Belanda di banyak wilayah RI. 

Untuk menyelamatkan aset pendidikan dari pertempuran, Sardjito menyelundupkan buku-buku dari Institut Pasteur ke Klaten dan Solo. Selain itu, masih pada masa perang kemerdekaan, Sardjito berjasa mengobati para pejuang kemerdekaan. Sardjito membantu menyediakan obat-obatan dan vitamin bagi prajurit. Selain itu, Sardjito juga membangun pos kesehatan untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Yogyakarta dan sekitarnya.

Pada 1949, Sardjito diangkat menjadi Rektor Universitas Negeri Gadjah Mada atau yang sekarang lebih dikenal dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Seiring dengan perjalanan karirnya membangun Universitas Gadjah Mada, Sardjito mendirikan pula Universitas Islam Indonesia (UII).

Selain dikenal sebagai sosok dokter yang mengobati para tentara Indonesia yang terluka saat bertempur, Sardjito juga dikenal sebagai pelopor pembuat biskuit untuk tentara Indonesia di masa perang. Biskuit tersebut kemudian dikenal luas dengan nama Biskuit Sardjito.

Pasca kemerdekaan, Sardjito menginisiasi Colombo Plan yang merupakan program restorasi pasca-Perang Dunia II, yang memperkenalkan Indonesia kepada dunia Internasional, sebagai negara merdeka dari penjajahan bangsa manapun.

Sardjito wafat pada 5 Mei 1970 dalam usia 80 tahun, ketika masih menjabat sebagai rektor Universitas Islam Indonesia (UII).

Untuk mengenang jasa dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara, nama Prof Dr Sardjito diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) yang dikenal dengan RSUP Dr Sardjito di Yogyakarta, serta untuk gedung Kuliah Umum (GKU) di kampus terpadu Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. (Foto: kompas)