teknologi

Game Ini Berfungsi Perangi Rokok

Oleh: Cecep Jambak Editor: 10 May 2020 - 11:40 kbrn-pusat

KBRN, Depok : Mengingat angka perokok di Indonesia semakin hari semakin tinggi peningkatannya, membuat pihak akademisi terus berupaya menekan angka tersebut. Berbagai upaya terus diciptakan, untuk membuat inovasi sebagai promosi anti rokok bagi masyarakat.

Salah satunya datang dari Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesai (UI). Melalui program Iptek Bagi Masyarakat Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM UI), tengah mengembangkan sebuah inovasi media promosi kesehatan anti rokok dalam rupa video game.

Sasaran utama adalah perokok muda atau pemula. Video Game yang diberi nama “Sign of Heroes”, merupakan aplikasi berbasis android, yang berisi muatan info-info atau fakta-fakta seputar rokok. Pengujian atau sosialisasi telah dilakukan sebanyak tiga kali bertempat di UPTD SMPN 2 Depok beberapa hari lalu. 

“Video game tentu dinilai sangat relevan menjadi media edukasi kekinian. Mengingat jumlah remaja yang bermain video game semakin meningkat. Indonesia tercatat dengan jumlah gamer terbesar di Asia. Video game sebagai media edukasi telah banyak dikembangkan di luar negeri dan menunjukkan hasil yang positif,” kata Ketua tim pengabdi pengembang inovasi, Dr. Sigit Mulyono, S.Kp., M.N., kepada Radio Republik Indonesia, Senin (11/11/2019).

Sigit menambahkan, remaja millennial merupakan generasi yang tumbuh dan berkembang bersama teknologi. Sehingga, sulit terpisah dari gadget. Oleh sebab itu, pengembangan game ini bertujuan untuk mengisi waktu bermain remaja yang biasanya tersita untuk game komersil, menuju game edukasi anti rokok.

“Jadi bermain sembari mereka mendapatkan pengetahuan, artinya bermain sambil belajar. Kita melihat ini sebagai peluang meningkatkan pengetahuan dan merubah persepsi remaja mengenai rokok. Kita ketahui secara umum, iklan rokok di media menanamkan pesan image atau simbolisasi, merokok itu keren, petualang, ciri pria dewasa, dan diidolai para wanita. Padahal kita tahu bahwa hal itu tidak benar,” ulasnya.

Sehingga, jelas Sigit, game dimaksud, diciptakan sebagai kontra promosi untuk memberikan pengetahuan dan persepsi yang benar, dengan pendekatan yang tidak mengancam dan relevan dengan remaja millennial.

“Game ini ibaratnya sebagai penangkal. Sebagai tameng, jika iklan-iklan yang beredar saat ini tidak benar. Remaja disugukan pengetahuan yang benar, jika rokok sangat merusak dan berbahaya,” ujarnya.

Menurutnya, konsep dalam game turut mempromosikan budaya Nusantara. Dimana diwakili dari tiga daerah, yakni, Papua, Surabaya, Pontianak, Jambi, Bali, Jakarta, dan Bukittinggi Sumatera Barat. "Karakter utamanya juga diambil dari tokoh Indonesia seperti Si Pitung, dan Jaka Tingkir. Pokoknya dijamin seru. Musiknya juga menggunakan instrumen daerah," kata Sigit.

Sigit menyebut, uji coba telah dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Hasilnya, respon dari murid-murid di UPTD SMPN 2 Depok sangat antusias untuk terlibat. Sehingga mendukung game dapat terus dikembangkan dan diterapkan di tengah masyarakat.

"Responnya sangat positif. Para murid menyambut baik. Mereka antusias memberikan masukan terhadap penyempurnaan game ini. Kita dapat melihat dari pesan-pesan yang sangat banyak dan positif," pungkasnya.

Diketahui, prevalensi perokok di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data dari Southest Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) menyebutkan, Indonesia berada di posisi tertinggi di Asia Tenggara dengan jumlah perokok mencapai 65,19 juta jiwa. Di samping itu, prevalensi perokok muda juga semakin meningkat. Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan, kenaikan jumlah perokok remaja dari angka 53 persen pada tahun 2012, menjadi 55 persen pada tahun 2017.

Hal ini menjadi keprihatinan mengingat remaja merupakan generasi penerus estapet kemimpinan Bangsa di masa mendatang. Isu ini menjadi momok, sebab disamping jumlah perokok remaja yang meningkat, terjadi pula trend pergeseran usia merokok semakin dini, dari sebelumnya di usia SMP menjadi usia SD.

Fenomena di atas berbanding lurus dengan peningkatan prevalensi Non Communicable Disease(NCDs) atau dikenal dengan penyakit tidak menular. Menurut data Riskesdas pada 2018, dominasi penyakit tidak menular mencapai 69 persen dari penyakit tidak menular. Hal ini sangat menghawatirkan mengingat semakin membengkaknya beban Negara dalam membiayai pengobatan akibat penyakit ini, dimana merokok menjadi salah satu faktor risiko utama.