politik

Golkar Minta Negara Biayai Partai Politik, CSIS Berikan Syarat

Oleh: Denisa Tristianty Editor: 10 May 2020 - 11:38 kbrn-pusat

KBRN, Jakarta: Politisi Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily mengatakan, partai politik juga harus diberikan anggaran khusus oleh negara. Hal itu dikatakan Ace terkait persoalan biaya politik yang begitu tinggi atau mahal.

“Soal anggaran, saya kira harusnya partai politik mendapatkan perhatian juga dari negara. Sekarang gini deh, tidak ada jabatan di Republik ini, terutama jabatan politik tidak melalui partai politik juga dipilih partai politik,” kata Ace menjawab pertanyaan RRI.co.id dalam diskusi yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di kawasa Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2019).

Dia mencontohkan pemilihan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pimpinan lembaga negara lainnya yang juga dipilih melalui keputusan DPR RI.

“KPK dipilih oleh DPR. DPR produk dari partai politik, duta besar disetujui oleh DPR (dan) DPR adalah produk partai politik. BPK dipilih DPR juga. Presiden bisa dipilih karena ada dukungan partai politik. Nah, ini adalah hulunya,” ungkap Ace.

Maka dari itu, Ace mengatakan pula menyetujui adanya reformasi partai politik. Sebab, kembali dia mengatakan bahwa partai politik sebagai hulu demokrasi dan sudah seharusnya mendapat perhatian negara.

“Karena dari situlah partai politik sebagai struktur kader bangsa. Oleh karena itu, kita juga harus mengawasi partai politik bersama-sama, karena itu juga bagian dari proses demokrasi yang harus kita bangun,” ujar dia.

Direktur Eksekutif CSIS, Philips J Vermonte mengamini pendapat Ace terkait anggaran partai politik perlu diberikan oleh negara.

“Tadi Pak Ace bilang, ‘hari ini semua hal memang (melalui) partai politik.’ Itu saya setuju. Memang, partai politik adalah tulang punggung demokrasi. Maka dari itu, yang harus diakukan adalah mendemokritasi partai politik,” kata Philips.

Philips turut mengungkapkan optimisme, bahwa patai politik dapat berupaya dengan baik demi mencapai berbagai wacana itu jika digulirkan di kemudian hari. Tapi, tidak pula mudah memberikan anggaran partai politik itu. Sebab, Philips menyatakan, partai politik mesti memulai demkoratisasi itu dalam internal partai.

Salah satu langkah yang harus dilakukan di dalam partai politik itu sendiri, kata Philips, dalam hal pemilihan ketua umum partai politik.

“Tetapi, jika semua partai memusyawarahkan semua ketuanya, ini gak tahu yang terjadi (ada) tekanan, atau ada kode lain. Gak tahu. Atau mungkin karena oligarki dalam partai politik, bahwasanya tidak ada orang yang bisa men-challenge berfamilisi di dalam,” ungkap Philips.

Sehingga, Philips mengatakan jika itu semua masih terjadi, maka sistem yang dibangun di dalam pemilihan demokrasi, tetapi semua partai politik yang ada di Indonesia belum menjadi demokratis. Philips menyinggung pemilihan ketua umum Partai Golkar periode 2019-2024 yang dilakukan secara aklamasi, alias hanya ada calon tunggal. Partai Golkar baru menyelesaikan Munas Golkar 2019 dengan hasil terpilihnya kembali Airlangga Hartarto sebagai ketua umum.

“Dalam proses pemilihan (ketua umum,red). Misalkan begitu ya,” kata dia.

“Maka yang perlu kita perhatikan adalah mendemokratisasikan partai. Kemudian, menyediakan bantuan keuangan dari negara, dengan demikian partai politik menjadi lembaga publik. Bukan lembaga yang dimiliki oleh satu atau dua orang yang membiayai partai tersebut,” tegas Philips.