hukum

AIDA Dorong Pemerintah Bentuk PP Pemberian Kompensasi Korban Terorisme

Oleh: Arga Dirgantara Editor: Syarif Hasan Salampessy 10 May 2020 - 11:38 kbrn-pusat
KBRN, Surakarta: Aliansi Indonesia Damai (AIDA) mendorong pemerintah bentuk Peraturan Pemerintah (PP) dari undang undang nomer 5 tahun 2018 terkait hak kompensasi korban terorisme. hal itu merupakan upaya penyempurnan regulasi pemberian hak para korban terorisme sebagai warga negara.

"Kita mendorong pemerintah untuk membentuk aturan pemerintah atau PP dari undang undang nomer 5 tahun 2018 terkait peraturan pemberian kompensasi bagi para korban teroris," ungkap direktur AIDA Hasibullah Satrawi dalam jumpa pers di The Royal Surakarta Haritage Hotel, minggu, (8/12/2019).

Hasibullah mengatakan dalam UU nomer 5 tahun 2018, terdapat limit waktu yang mengatur tekait pemberian hak bagi korban terorisme, namun hanya selama 3 tahun, sedangkan saat ini sudah masuk di tahun ke 2, dikhawatirkan peraturan limit waktu tersebut, bisa menggugurkan pertauran terkait pemberian kompensasi karena kadaluarsa berdasarkan hukum.

"Persoalannya ada limit waktu yang diatur dalam undang-undang itu, hanya dalam jangka waktu 3 tahun masa pengajuan, dan ini sudah masuk tahun kedua, menjelang tahun ke 3 , kalau sampai tahun ke 3 PP itu tidak dikeluarkan kami khawatir, peraturan mengenai kompensasi akan menjadi peraturan yang kadaluarsa atau diluar batas waktu hukum," bebernya.

Untuk itu, Hasibullah mengatakan perlu adanya peraturan turunan yang mengatur terkait batas waktu tersebut, untuk menjamin keberlangsungan pemberian kompensasi. 

"Kalau itu ada limit, berarti harus memperhatikan ketentuan limitasi yang ada dalam aturan tersebut," tegasnya.

Selain itu, Hasibullah menambahkan, pihaknya juga mendorong pemerintah untuk tidak menggugurkan hak-hak lain dari korban terorisme, bila telah memberika bantuan kompensasi seperti kebutuhan medis, lantaran dampak medis korban terorisme masih bersifat jangka panjang.

"Kita juga mendorong agar pemberian kompensasi kepada korban lama tidak menggugurkan hak-hak lain diluar kompensasi, jangan diangaap itu sebagai logika kebutuhan medis saja, karena biasanya kebutuhan medis para korban ini bersifat jangka panjang, dan sekali lagi, itu terpisah dari pada hak kompensasi," jelasnya.

Lanjut Hasibullah, pemberian hak kepada korban yang dilakukan pemerintah masih banyak kelemahan, meskipun sudah ada perubahan semenjak 2003 hingga saat ini, untuk itu perlu didorong terus menerus agar menjadi sempurna.

"Dilihat dari tahun 2003 sampai sekarang, masih ada kelemahan dari pemberian hak-hak korban, tapi belakangan pemerintah dengan segenap lembaga terkait, sudah mulai ada penguatan dan perhatian terhadap pemenuhan hak korban," katanya.

Kendati begitu, Hasibullah tetap mengapresiasi kinerja pemerintah atas perubahan dalam pemenuhan hak korban teroris, dengan memunculkan UU nomer 5 tahun 2018 yang mengatur pemberian bantuan bagi korban bom terdahulu, dan menjadi harapan bagi keluarga korban terorisme.

"Kita apresiasi upaya pemerintah karena dalam undang undang yang baru, ada harapan bagi keluarga korban, terutama korban teroris yang lama, bahwa mereka juga akan mendapatkan kompensasi dari negara," tandasnya.