peristiwa

APINDO: Omnibus Law Penting untuk Dongkrak Investasi dan Mengurangi Pengangguran

Oleh: Editor: 10 May 2020 - 11:38 kbrn-pusat
KBRN, Jakarta: Istilah "omnibus law" mendengung tak lama setelah Presiden Joko Widodo dilantik sebagai Presiden RI untuk periode kedua pada Oktober 2019 lalu.

Istilah itu pun akhirnya menjadi perbincangan publik dan dinilai sebagai terobosan baru dalam dunia regulasi di Indonesia.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha  Indonesia (APINDO), Shinta W. Kamdani mengatakan konsep omnibus law diharapkan mampu menyelesaikan persoalan tumpang tindih aturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk itu APINDO mendukung upaya Pemerintah dalam penyusunan Omnibus Law terkait perizinan, perpajakan, ketenagakerjaan, dan UMKM. 

"Adanya Omnibus Law diharapkan mampu mendongkrak investasi masuk ke Indonesia dan secara tidak langsung hal ini berdampak pada meningkatnya penciptaan lapangan kerja," kata Shinta dalam dalam Konferensi Pers “Outlook Perekonomian APINDO 2020”, Selasa (10/12/2019) di kantor APINDO Jakarta.

Shinta W. Kamdani menambahkan neraca perdagangan Indonesia menunjukkan tren defisit selama beberapa tahun terakhir. Merosotnya kinerja ekspor serta meningkatnya impor membuat defisit neraca perdagangan terus terjadi. 

"Bahkan pada bulan April 2019, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit USD 2,5 milyar atau setara Rp 36 trilyun yang merupakan defisit perdagangan terdalam sepanjang sejarah. Salah satu penyebab utama defisit neraca perdagangan adalah tingginya ketergantungan impor yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan daya saing industri nasional. Selain itu, iklim investasi yang belum kondusif juga menjadi pekerjaan yang harus segera diselesaikan oleh Pemerintah,” urainya.

Untuk itu, Shinta menilai perlunya percepatan realisasi Free Trade Agreement (FTA) demi membuka akses pasar Indonesia. Kerjasama FTA dengan berbagai negara dan kawasan ekonomi global juga sangat diperlukan sehingga produk hasil sektor manufaktur Indonesia mampu bersaing di dunia internasional. 

Lebih lanjut kata Shinta,  sektor ketahanan energi perlu adanya konsistensi penerapan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Hal ini dilakukan diantaranya dengan memberikan insentif bagi industri yang menghasilkan EBT (energi baru dan terbarukan). Perbaikan kualitas regulasi dan birokrasi di bidang energi tanpa intervensi kepentingan politik juga harus diupayakan untuk menciptakan iklim investasi yang menarik.

Dalam sektor perpajakan, APINDO mengimbau Pemerintah di tahun 2020 mampu menurunkan besaran tarif PPh mengikuti tren negara-negara di dunia yang telah menurunkan terlebih dulu. Untuk mendukung daya saing industri, APINDO mendorong pemerintah melakukan reformasi tarif perpajakan untuk menciptakan competitive tax rate. 

Di sektor Pariwisata, APINDO berharap Pemerintah menerapkan level of playing field yang sama dan setara di bidang perpajakan, baik terhadap platform bisnis online asing maupun terhadap platform bisnis online lokal.