hukum

Ini Kritik Pedas Menkopolhukam Buat Hakim

Oleh: Editor: Afrizal Aziz 10 May 2020 - 11:38 kbrn-pusat

KBRN, Jakarta : Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI Mahfud MD melontarkan kritikan pedas terhadap hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis tidak sesuai tuntutan kepada tersangka koruptor.

Mahfud menyatakan pemerintah sudah serius untuk menerapkan hukuman mati terhadap koruptor tanpa mengubah undang-undang. Karena aturan hukuman mati sebenarnya sudah masuk di undang-undang. Tapi menurutnya, putusan pengadilan kadang tidak sejalan dengan keinginan untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya terhadap mereka yang terbukti korupsi.

"Tapi itu (putusan pengadilan untuk koruptor) urusan hakim. Kadang kala hakimnya malah memutus bebas, kadang kala hukumannya ringan sekali, kadang kala (vonis) sudah ringan dipotong lagi. Ya sudah, itu di luar urusan pemerintah," ujar Mahfud kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

BACA JUGA: Waode Nurhayati Tanggapi Pernyataan Jokowi Soal Hukuman Mati bagi Koruptor

Perlu diketahui, hukuman mati terhadap koruptor memang sudah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dimana berdasarkan aturan ini, koruptor yang bisa dipidana mati adalah mereka yang mengulangi perbuatan (korupsi)nya, menilap dana bencana alam, dan yang korupsi saat krisis ekonomi dan moneter.

Oleh karena itu, secara pribadi Mahfud sepakat dengan hukuman mati bagi koruptor, dengan mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tentang tindak pidana korupsi (Tipikor). Sehingga, kata dia, tidak perlu dibuat aturan undang-undang baru, hukuman mati sebenarnya bisa diberlakukan. Tapi semuanya bergantung pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan hakim di pengadilan dalam penuntutan, mencermati masalah, serta mengambil keputusan.

"Itu (hukuman mati) tergantung hakim dan jaksa. Sejak dulu sudah setuju hukuman mati itu. Karena koruptor merusak nadi, aliran darah sebuah bangsa," tegasnya.

Hal ini dikemukakan Mahfud untuk menanggapi pemberitaan sejumlah media yang mengangkat pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal hukuman mati bagi koruptor bisa diterapkan jika memang merupakan kehendak masyarakat.

BACA JUGA: Hukum Mati Koruptor, Pigai : Pernyataan Jokowi tak Perlu Ditanggapi

Diperkuat pula dengan data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menemukan bahwa 79 persen atau 918 terdakwa korupsi diputus dengan hukuman ringan 1-4 tahun pada 2018 silam. Selanjutnya sebanyak 180 terdakwa atau 15,4 persen dihukum sedang yaitu 4-10 tahun, dan hanya 9 (sembilan) terdakwa atau 0,77 persen mendapat vonis hukuman berat di atas 10 tahun.

Sementara itu, politikus Partai Amanat Nasional (PAN), Waode Nur Hayati menanggapi santai tentang pernyataan Presiden Jokowi tentang pemerintah bersedia mengusulkan revisi Undang-undang tentang Tindak Pidana Korupsi agar koruptor bisa dihukum mati jika masyarakat luas menginginkannya. Menurutbya, pernyataan Jokowi itu hanyalah menanggapi pertanyaan dari awak media yang meliput. 

"Saya memahami pernyataan presiden itu sebagai jawaban dari pertanyaan saja. Karena beliau menandaskan (hukuman mati bagi koruptor) kalau rakyat berkehendak," kata dia dalam wawancara dengan Radio Republik Indonesia, Selasa (10/12/2019).

Pada bagian lain, mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai menilai pernyataan Presiden Jokowi terkait hukuman mati terhadap koruptor tidak perlu ditanggapi lebih jauh. Pasalnya dia menilai pernyataan Jokowi terkait itu tak lebih dari sebatas wacana lama yang dilontarkan ke muka publik.

"Kalau menurut saya apa yang dilontarkan oleh Presiden itu tidak perlu ditanggapi. Itu wacana yang (sudah) basi," katanya dalam wawancara dengan Radio Republik Indonesia, Selasa (10/12/2019). (Foto: Menko Polhukam Mahfud MD saat berada di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/12/2019)/Antara)