info-publik

Klenteng Po Hwa Kong Tempat Ibadah 3 Agama dan Simbol Kerukunan

Oleh: Hayatun Sofian Editor: 10 May 2020 - 11:36 kbrn-pusat

KBRN, Mataram : Kota Tua Ampenan yang berada diujung barat Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi tempat berdiri megah satu-satunya  kelenteng di daerah seribu masjid.

Klenteng ini terletak di Jalan Yos Sudarso No. 180, Kelurahan Ampenan, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram.

Ya...Klenteng Po Hwa Kong namanya, atau yang sekarang sering pula disebut sebagai Vihara Bodhi Dharma. Kelenteng ini merupakan klenteng tertua yang ada di Pulau Lombok. Diperkirakan, klenteng tersebut didirikan pada 1840.

Konon, nama Po Hwa Kong diambil dari kata Po Wo Hwa Ming, yang artinya Melindungi Warga Tionghoa. Kelenteng ini menjadi saksi sejarah peradaban tiga agama dipulau Lombok, bahkan menjadi sejarah tumbuhnya perekonomian di Kota Tua Ampenan.

Dalam 14 tahun terakhir ini, Kelenteng Po Hwa Kong dijaga oleh seorang mangku dari agama Hindu yaitu Jero Mangku Nengah Mudra.

Saat ditemui RRI, Mangku Nengah Mudra menggambarkan keberadaan Kelenteng tersebut. Menurutnya, Klenteng ini merupakan tempat beribadah umat Tri Dharma, yakni Kong Hu Cu, Tao, dan Buddha.

Namun demikian, klenteng ini juga terbuka bagi warga yang berkeyakinan lain untuk datang ke klenteng guna memanjatkan doa untuk meminta rejeki, kelapangan usaha, mencari jodoh, dan juga mencari pekerjaan.

“Di dalam Klenteng Po Hwa Kong terdapat banyak dewa yang disembahyangi, yaitu 12 altar dengan masing-masing nama dewanya. Dewa utamanya adalah Tan Fu Cen Yen,” katanya, Minggu (5/1/2020).

Konon, menurut ceritera, beliau pernah ditugaskan oleh Raja Bali untuk membangun istana dalam waktu 3 bulan, dan beliau sanggup menyelesaikannya dalam waktu tersebut.

 Dilihat dari perjalanan historisnya, klenteng ini bisa diklasifikasikan sebagai bangunan cagar budaya yang ada di Kota Mataram.

Keberadaan klenteng ini terkait erat dengan cikal bakal munculnya permukiman Tionghoa kala itu di kawasan Kota Tua Ampenan, sebelum kemudian dikembangkan oleh Belanda pada abad ke-19 serta dijadikan sebagai pelabuhan paling ramai di Nusa Tenggara Barat.

“Kota Tua Ampenan terbagi menjadi beberapa bagian. Bagian Pecinan merupakan tempat bermukimnya etnis Tionghoa, Kampung Arab menjadi tempat bermukim etnis Arab, Kampung Bugis dan Melayu merupakan tempat bermukim orang Bugis maupun orang Melayu,” imbuhnya.

Kelenteng Po Hwa Kong tidak pernah sepi pengunjung, baik mereka yang datang untuk kepentingan ibadah, maupun untuk berwisata religi mengetahui lebih jauh tentang keberadaan kelenteng yang berumur ratusan tahun tersebut.

Namun menurut Mangku Nengah Mudra, pada setiap tanggal 1 dan 15 dari kalender imlek, banyak umat Tri Dharma yang datang ke klenteng ini untuk melakukan sembahyang, berdoa memohon rejeki dan sebagainya.

Di samping itu, kebersamaan antara warga keturunan Tionghoa dan warga sekitar klenteng ini terjalin secara dinamis.

“Sejumlah warga yang berada disekitar kelenteng juga turut membantu merias dan membersihkan klenteng ini setiap kali peringatan Tahun Baru Imlek,” ujarnya.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, kelenteng tertua dan satu-satunya di NTB ini selalu ramai dikunjungi wisatawan, baik wisatawan lokal, luar daerah maupun luar negeri.

Apalagi keberadaan kelenteng ini hanya sekitar 100 meter dari bibir pantai ampenan yang selalu ramai pengunjung dan banyak memiliki wahana bermain.

Mangku Nengah Mudra menambahkan, pengelola kelenteng tidak memungut biaya apapun dari pengunjung, apalagi bagi mereka yang menggunakan kelenteng untuk beribadah.

Kelenteng ini juga diakuinya masih utuh dan tidak retak sama sekali meski diguncang gempa dahsyat pada 2018.

Kelenteng Po Hwa Kong juga menjadi gambaran harmonisnya kerukunan umat beragama di pulau Lombok.
SDM yang bertugas dikelenteng tersebut juga berasal dari beragam Agama, mulai dari Islam, Hindu dan Budha.

Mangku Nengah Mudra mengakui, kerukunan umat beragama terjalin sangat harmonis di NTB. Bahkan keberagaman dalam keberagamaan juga sangat terasa dilingkungan kelenteng Po Hwa Kong.

“Kondisi ini yang menjamin kondusifitas daerah tetap terjaga dengan baik,” pungkasnya.

Tidak sulit untuk menjangkau keberadaan kelenteng bersejarah dan menjadi daya tarik wisatawan itu.

Jika anda sudah berada di Kota Mataram, hanya butuh bebeberapa menit saja ke arah barat kota, sudah bisa menikmati keindahan bangunan tua bersejarah di ampenan, termasuk Kelenteng Po Hwa Kong.

Selepas berwisata religi, anda bisa menikmati keindahan pantai ampenan. Selanjutnya anda bisa kepusat kota kembali menggunakan angkutan umum maupun moda transportasi tradisional, Cidomo.