info-publik

Kolong Jembatan Pilihan Terakhir Bertahan Hidup di Ibukota DKI Jakarta

Oleh: Bara ilyasa Editor: Super Admin Portal RRI.co.id 10 May 2020 - 11:33 kbrn-pusat
KBRN, Jakarta - Nur Ita (44 tahun) sudah 10 tahun tinggal di bawah kolong jembatan Jayakarta, di pinggir Kanal Banjir Barat, Kali Ciliwung tepatnya, samping rel kereta api yang mengarah ke Stasiun Manggarai.

Ita panggilan akrabnya tinggal di kolong jembatan merupakan pilihan terakhir untuk bertahan di ibu kota DKI Jakarta.

Bagi Ita, tinggal di kolong jembatan sudah menjadi hal yang biasa karena sudah 10 tahun tinggal di kolong jembatan.

Ita tinggal bersama Suami dan juga ketiga anaknya. Namun, anak yang paling besar kini sudah menikah dan ikut dengan suaminya. 

Ita juga ingin tinggal di kontrakan namun penghasilannya tidak mencukupi hanya 50-100 ribu per harinya. Sementara, sewa kontrakan bisa mencapai 500 ribu perbulan.

"Maunya si tinggal ditempat yang enak mas, tapi kan buat makan saja saya susah, paling kalau tinggal di kontrakan cuman bisa satu bulan terus bulan berikutnya balik lagi kesini (kolong jembatan)," kata Ita saat berbincang dengan RRI, Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Ita dan suaminya bukannlah penduduk asli DKI Jakarta, sejak tahun 2008 dirinya beserta suami pergi dari kampung kelahirannya di Surabaya untuk mengadu nasib di ibu kota.

Namun, Ibukota untuk mengadu nasib tidak seindah bayangannya. Ita mengaku saat tiba di Jakarta berharap mendapatkan pekerjaan yang layak.
 
Apa daya, untuk mencari pekerjaan saja susah sehingga dirinya terpaksa untuk melakukan pekerjaan memulung.

"Pas mau ke Jakarta saya dan suami maunya kerja yang layak mas, tapi ternyata susah juga mencari pekerjaan disini (Jakarta) akhirnya kita memulung," jelas Ita.

Ita juga mengaku saat musim hujan seperti ini merasa khawatir karena takut air yang berada di kali naik sehingga tempat tinggalnya terendam. Namun, Ita mengambil hikmah jika air sedang naik banyak barang-barang hanyut bisa diambil sehingga bisa dijual kembali dan akan ada tambahan penghasilan. 

Selain itu, Ita membeberkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti mencuci baju, mandi dan buang air menggunakan air kali. "Paling air kali, kita diamkan dulu supaya kotorannya mengendap, itu juga galon kita taroh diluar supaya bisa menampung air hujan kan lumayan buat minum sehari-hari," ungkap Ita.

Kini Ita hanya berharap dirinya bisa mengontrak rumah agar keluarganya memiliki kartu tanda penduduk DKI Jakarta. Menurut Ita, jika dirinya memiliki KTP maka anak yang paling kecil yang berumur 5 tahun bisa sekolah.

Selain itu, KTP berguna agar bisa mengikuti program kesehatan gratis. Sebab, Ita mengaku meski dirinya dan keluarga jarang terkena sakit tapi jika salah satu keluarganya sakit hanya minum obat-obat warung saja.

"Saat ini saya mau ngontrak agar bisa memiliki KTP, kasihan anak saya mau sekolah tidak bisa karena belum punya kartu identitas orang tuanya. Tapi mengontrak juga butuh dana, buat makan aja susah," harap Ita dengan mata tertuju ke anaknya yang sedang memegangi boneka.