info-publik

Kudo Bendi, si Legendaris Lintas Zaman yang Dulu Jadi Kendaraan Primadona

Oleh: Aldilla Safitri Editor: Heri Firmansyah 10 May 2020 - 11:33 kbrn-pusat

KBRN, Bukittinggi : Diantara keriuhan lalu lintas Kota Bukittinggi, ada yang menarik hati, tepatnya di seberang Jam Gadang, mata akan tertuju pada jejeran rapi si Kudo Bendi, sebuah  angkutan tradisonal khas Minangkabau  yang di tarik oleh kuda. 

Sekilas mirip delman dari Jakarta, jika delman keretanya cukup tinggi dengan dua roda yang besar, maka Bendi mempunyai dua kursi penumpang yang saling berhadapan. Bendi atau Delman menurut sejarah di temukan oleh insinyur Hinda Belanda Charles Theodore Deeleman. 

Rasa ingin tau lebih jauh tentang kudo bendi  membuat Reporter RRI menghampiri, dua orang  kusir bendi yang tengah menanti penumpang, yakni Mantari (50) dan Khalifa (60), yang cukup fasih bercerita tentang sejarah bendi di masa lampau, Selasa (28/1/2020)

Beralihnya fungsi bendi dari alat transportasi umum menjadi  angkutan wisata dirasakan Mantari yang telah 30 tahun menjadi kusir Bendi, menurutnya, sekarang sudah jauh berubah, agak kurang peminat untuk angkutan umum, kini untuk jadi angkutan wisata saja.

“Alhamdulilah masih bisa bertahan sampai sekarang, jika pada beberapa daerah di Sumatra Barat keberadaan Bendi mulai menepi, namum di Bukittinggi Kudo Bendi masih memiliki taji dan bertransformasi sebagai angkutan wisata,” sebutnya.

Menurut Mantari, saat ini Kuda Bendi di Sumatra Barat  yang aktif hanya di kota Bukittinggi dan Payakumbuh, sedangkan di kota lain sudah  habis, mungkin karena  Bukittinggi ini kota wisata, pendatangnya banyak maka tidak habis bendi di sini.

“Dukungan Pemerintah Kota Bukittinggi menjadikan Kuda Bendi sebagai bagian dari pariwisata kota cukup baik. Bendi di hias dengan ornamen khas Minangkabau, dan para kusir pun diberi pelatihan bagaimana memberingan pelayan prima kepada penumpang,” ulasnya.

Kusir Bendi lainnya Khalifa menyebutkan, pada zaman kolonial Belanda dahulu, Bendi merupakan  kendaraan para saudagar kaya, Demang dan orang orang terpandang dalam  masyarakat saat itu. Bahkan sempat menjadi trasportasi primadona di era tahun 60 an. 

“Namun musim berubah, zaman pun berganti, lain dulu lain sekarang .Kendaraan tradisional ini mulai  tergilas oleh kuda kuda besi, kalau dulu mobil susah, kalau sekarang ramai. Dulu hanya orang-orang yang mau belanja untuk kedai kedai naik bendi ke pasar, jaraknya bisa 5 kilometer, kalau sekarang ojek dan angkutan sudah ramai,” terangnya.

Khalifa menambahkan, dia bersama rekan seprofesi dimodali oleh Pemko Bukittinggi, Kuda Bendi kami diber lampu dan hiasan, satu bendi dibantu Rp200 ribu, dan bantuan ini sangat di harapkan  sepert obat obatan untuk kuda dan lain sebagainya. Penetapan  tarif dan rute juga dilakukan, sehingga wisatawan dan kusir bendi tidak merasa saling dirugikan.

Walau terlihat sederhana, perawatan untuk Kudo Bendi tidaklah murah. selain biaya perawatan bendi, biaya makan kuda juga tidak sedikit, seperti yang dilakukan Pak Mantari tak cukup hanya diberi makan, kuda-kuda bendi ini juga di beri vitamin, telor dan madu salah satunya dan vitamin lainnya agar stamina kuda tetap terjaga dan  juga berumur panjang. 

Wah, pantas saja, kuda Pak khalifa yang diberi nama Princess wisata terlihat gagah dan sehat. walau telah beroperasi sebagai kudo bendi selama 20 tahun, vitamin yang baik, makan yang sehat dan perawatan yang teratur menjadi syarat mutlak bagi kudo bendi, agar kuda sehat dan berumur panjang tergantung pada perawatan, jangan di forsir tenaganya, dan kuda yang terawat akan bisa berumur hingga puluhan tahun dengan kondisi prima.

Matahari semakin meninggi, Pak Khalifa mulai bersiap untuk mengantar penumpang. perlahan tapi pasti derap langkah  Princess Wisata, Si Kudo Bendi milik Pak Khalifa terlihat gagah menyusuri jalanan kota. Seolah ingin menasbihkan diri, bahwa dia dan Kudo Bendi lainnya akan selalu menjadi primadona di kota ini, walaupun tidak akan pernah kembali kemasa kejayaannya seperti dulu.