info-publik

Peran Hutan dalam Perekonomian Indonesia dan Upaya Menjaga Keseimbangan dengan Pemuliaan Hutan

Oleh: Nugroho Editor: Nugroho 10 May 2020 - 11:33 kbrn-pusat
Sebagaimana kita ketahui, Indonesia memiliki lebih dari 93 juta hektar hutan tropis yang merupakan kawasan hutan ketiga terbesar di dunia setelah  Brazilia dan Republik Demokratik Kongo.

Hutan telah menjadi modal utama dalam pembangunan ekonomi nasional, karena  berperan dalam peningkatan devisa negara,  berperan dalam penyerapan tenaga kerja, dan mendorong  pengembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Satu  dilematis dan tantangan yang kita hadapi bersama adalah bagaimana menjaga keseimbangan kepentingan bisnis dengan pemuliaan dan pelestarian hutan, menjaga hutan sebagai paru-paru dunia.
  
Sebab, hutan di Indonesia  pada  akhir tahun 1960  tercatat 82 persen wilayah Indonesia masih merupakan kawasan hutan. Luas hutan terus menurun dan sekarang diperkirakan  tersisa kurang dari 49 persen.

Hutan yang tersisa  ini pun masih terus ditebangi, terjadi pembalakan liar, kebakaran dan menjadi perluasan perkebunan. Perkebunan kelapa sawit dan kayu merupakan dua kontributor terbesar hilangnya hutan di Indonesia.

Jika dilihat data antara tahun 2000 hingga tahun 2015 sekitar 1,6 juta hektar hutan dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit dan 1,5 juta hektar dialihfungsikan  menjadi perkebunan kayu.

Dengan pengalihfungsian tersebut memang menghasilkan devisa yang besar, misalnya untuk ekspor kelapa sawit  pada  tahun 2018 lalu mencapai 34 juta ton dengan nilai sekitar Rp 270 triliun.

Demikian juga tren ekspor produk kayu terus meningkat dari  9,8 miliar US dollar pada 2015 menjadi  12,1 miliar US dollar pada 2018. 

Belakangan ini kita lihat berbagai kebijakan Pemerintah dengan paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial dari pengelolaan hutan, tetapi juga aspek ekonomi kerakyatannya.  

Pemerintah mendorong pembangunan industri berbasis hasil hutan, termasuk di tingkat masyarakat untuk meningkatkan kontribusi ekonomi sektor kehutanan secara nasional. 

Pengembangan hutan rakyat didorong melalui perhutanan sosial, penyediaan bibit berkualitas, dan fasilitasi untuk sertifikasi legalitas kayu dari hutan rakyat, sedangkan dari pihak  Industri diharapkan menyerap lebih banyak bahan baku dari hutan rakyat.

Nah, kebetulan saya minggu lalu mengikuti lokakarya,  dialog dan  peluncuran prakarsa lintas agama untuk hutan tropis  Indonesia atau Interfaith for Rainforest Initiative  yang telah menghasilkan satu Deklarasi Lintas Agama dan Masyarakat Adat untuk hutan tropis Indonesia.

Beberapa deklarasi penting yang disampaikan para tokoh lintas agama dan masyarakat adat adalah mendesak sektor swasta, industri perkebunan, industri kayu dan pertambangan untuk bertanggung jawab melakukan pemulihan dan perlindungan ekosistem hutan tropis, melindungi dan menghormati hak-hak masyarakat dan melakukan divestasi dari dunia usaha yang mengambil keuntungan dari eksploitasi hutan tropis.

Kepada pemerintah dan DPR RI juga didesak untuk segera mengesahkan draft Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat guna menghindari konflik dan gesekan  antar dan sesama masyarakat dengan pelaku usaha maupun aparat pemerintah.

Para tokoh lintas agama dan masyarakat adat berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian komunitas dalam  mencegah dan menentang praktik pengrusakan dan hilangnya hutan, pelanggaran HAM dan keadilan melalui fatwa-fatwa agama dan aturan adat masing-masing.


Penulis:  Ida Bagus Alit Wiratmaja SH MH (Wartawan Utama)