info-publik

Nenek Penarik Perahu Tambang yang Semakin Tersisih

Oleh: Ermina Jaen Editor: Nugroho 10 May 2020 - 11:33 kbrn-pusat

KBRN. Surabaya : Kota Surabaya sebagai kota metropolis, ternyata masih memiliki alat transportasi tradisional berupa perahu penyeberangan. Siapa sangka, keberadaan Perahu Tambang ini masih bisa dijumpai pada beberapa sungai di Kota Surabaya ini.

Salah satunya di Sungai Kalimas yang menghubungkan Jalan Ngagel dan Jalan Dinoyo. Posisinya persis di sebelah utara dari Jembatan Ujung Galuh.

Untuk sampai ke lokasi, Saya mengambil jalan kecil di samping PT. Pegadaian Surabaya di Jalan Dinoyo. Ketika Saya sampai di lokasi Perahu Tambang, tampak seorang wanita tua sedang menarik tali perahu, dengan sekuat tenaga menyeberangkan seorang penumpang bersama sepeda motornya menuju ke arah Jalan Ngagel. Sayang, saat kembali ke sisi barat, perahu tidak mengangkut seorang penumpang pun.

Tampak Ia berusaha menarik tali tambang yang akhirnya membuat perahu bisa melaju ke seberang. Dari raut muka dan gerakan tubuhnya yang tua, jelas sekali kalau membutuhkan tenaga yang besar untuk menariknya. Padahal kedua tangan nenek itu sudah tampak semakin menua.

"Sepi nak, ndak kayak dulu. Kalah sama ojek. Sekarang satu hari cuma dapat Rp30 ribu cukup untuk dimakan," ujar Nenek Sumarni, Sang Penarik Tambang, ketika berbincang dengan RRI. 

Menurut Nenek Sum, dulunya di sepanjang sungai ini ada 5 buah Perahu Tambang yang beroperasi dengan aktif. Bahkan, saking ramainya, dermaga perahu sampai mempunyai loket khusus untuk tempat pembayarannya. Namun itu hanyalah kenangan manis dari bisnis Perahu Tambang ini.

Saat ini kondisinya sudah berbalik 180 derajat. Sepinya peminat Perahu Tambang menyebabkan banyak bisnis Perahu Tambang yang gulung tikar. Dari 5 unit Perahu Tambang yang ada di Kalimas, praktis hanya satu yang masih beroperasi.

"Dulu tarifnya seribu, karyawannya banyak, ada loketnya, ada yang khusus nerima uang. Nonstop siang dan malam. Sekarang sepi. Ya kalau ada penumpang narik, kalau nggak ada istirahat, capek, lagipula napasnya sudah nggak kuat," ujar Nenek Sum sembari tertawa.

Sejak pagi Pukul 06.00 WIB, kata Nenek Sum, ia bersama perahunya sudah siap mengantarkan masyarakat yang ingin menyeberang. Saat Saya berbincang dengannya, Ia mengaku sudah mendapatkan uang Rp12 ribu. 

"Ini juga Saya setor kepada pemilik perahu Nak, ini kan bukan punya Saya. Dulu setorannya Rp50 ribu. Sekarang karena sepi, orangnya tahu, jadi nggak maksa. Cukup setor Rp10 ribu. Ya, untuk kebutuhan sehari-hari Saya ikut ngupas bawang putih Nak. Sambil nunggu penumpang. Lumayan, 5 kilo itu upahnya Rp10 ribu."ungkapnya.

Nenek Sum, wanita asal Pulau Madura ini, tinggal tidak jauh dari dermaga perahu penyeberangan. Di rumah yang terbuat dari kayu yang dicat warna warni itu, Ia tinggal bersama suaminya yang juga sudah tua. 

Sementara itu, dari penuturan salah seorang pengguna jasa perahu tambang, Tutut, keberadaan jasa transportasi ini cukup membantu memangkas waktu tempuh perjalanannya. 

"Saya menggunakan jasa perahu tambang ini sejak kecil. Sampai sekarang Saya bekerja masih menggunakan. Karena dengan menyeberang dari sini, jarak tempuh dari rumah saya ke tempat kerja lebih dekat daripada harus memutar ke Jalan Bung Tomo. Gak apa-apa ngeluarin biaya Rp2000," jelasnya.

Dari cerita ini, meskipun sederhana, paling tidak riwayat Perahu Tambang di Kalimas menjadi kenangan manis bagi sejarah Kota Surabaya dan para penumpang yang pernah menggunakan jasanya.