info-publik

Siti Maimunah Sosok Pecinta Hutan

Oleh: Septina Trisnawati Editor: Nugroho 10 May 2020 - 11:32 kbrn-pusat

KBRN, Palangka Raya : Belum genap sepuluh tahun Siti Maimunah tinggal di Kalimantan Tengah. Namun beberapa penghargaan baik di tingkat nasional maupun internasional telah ia raih karena upayanya untuk menjaga hutan Kalimantan Tengah.

Tahun 2017 Siti Maimunah menjadi nominator penerima penghargaan Kalpataru untuk kategori perintis lingkungan. Pengakuan bidang lingkungan hidup ini diraih Siti karena mendampingi masyarakat untuk beralih mata pencaharian dari merusak hutan menjadi pengelola hutan.

Setahun kemudian, tahun 2018 Siti mendapat penghargaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk kategori Wanita Pelopor Reboisasi. Upaya menanam hutan kembali di lahan 100 hektar ia kerjakan bersama peneliti internasional. Kegiatan reboisasi dalam upaya restorasi gambut berbasis bio energy dilaksanakan di Kabupaten Pulang Pisau dan Barito Selatan, Kalimantan Tengah.

Selanjutnya tahun 2019 lalu, Siti meraih dua penghargaan. Penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB diberikan kepada Siti sebagai Asia-Pasific Forest Champion. Saat itu Siti juga disponsori oleh Michigan State University untuk memberi kuliah umum kepada mahasiswa kehutanan sedunia.

Dan satu bulan setelahnya masih di tahun 2019, pada bulan Juli Siti kembali meraih Piala Kalpataru. Kali ini untuk kategori Pembina Lingkungan. Penghargaan Kalpataru Siti raih karena mendampingi masyarakat untuk mengelola hutan kelanjutan dari rintisan tahun 2017.                                

Setelah menerima semua penghargaan tersebut, Siti Maimunah mengaku tidak akan berhenti mengajak  semua pihak untuk menjaga hutan Kalimantan Tengah.

“Saya tidak pernah berpikir untuk dapat penghargaan. Saya hanya ingin masyarakat itu sadar, mungkin penghargaan hanya sesuatu yang menghargai karya saya. Tetapi motivasi saya bukan untuk penghargaan. Mungkin kalau kalau tujuannya hanya untuk mendapat penghargaan mungkin saya sudah berhenti. Sudah pensiun sekarang. Tapi setelah dapat penghargaan saya jadi lebih merasa malu kalau belum bisa berperan sesuai penghargaan yang saya peroleh,” ujarnya kepada RRI pada Sabtu (8/2/2020).

Siti mendapat tugas untuk menjadi Kepala Unit Hutan Pendidikan Universitas Muhamadiyah Palangka Raya pada 2012-2019. Akademisi Universitas Muhammadiyah Palangka Raya tersebut dipercaya mengelola hutan yang luasnya 4.910 hektar di Mungku Baru Palangka Raya.

Menurut Siti keanekaragaman hayati di hutan pendidikan ia kelola sangat tinggi. Di hutan pendidikan Mungku Baru tersebut bisa ditemui orang utan, beraneka macam jenis burung dengan tingkat keanekaragaman paling tinggi di Kalimantan. Selanjutnya di hutan pendidikan Mungku Baru tersebut juga bisa ditemui pohon ulin atau pohon kayu besi serta berbagai jenis tanaman obat termasuk pasak bumi, saluang belum, bajakah yang banyak dicari oleh masyarakat Dayak.

Siti menggandeng masyarakat sekitar untuk ikut mengawasi hutan pendidikan Mungku Baru. Masyarakat setempat ia dorong dan ia ajarkan untuk memiliki usaha tanpa merusak hutan sehingga menopang perekonomian mereka. Masyarakat yang rata-rata bermata pencaharian sebagai pencari ikan tersebut juga ia ajak untuk peduli menjaga hutan yang lokasinya cukup dekat dengan pemukiman mereka.

Siti menceritakan bahwa ia pindah ke Kalimantan Tengah pada 2010 karena mengikuti suami yang bekerja untuk perusahaan perkebunan sawit. Wanita kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah, 31 Januari 1976 ini mengatakan ingin berkarya untuk mengabdi bagi negara. Kepada suaminya yang memiliki akses kepada pimpinan perusahaan besar swasta perkebunan sawit, siti kerap berdiskusi tentang pentingnya menjaga hutan.

“Perkebunan sawit dan itu juga selalu kami diskusikan di keluarga ya kalau pas ngobrol sama suami ya saya selalu sampaikan pembukaan lahan untuk perkebunan oke tetapi masih harus dalam koridor yang pas. Jangan hutan itu dijadikan perkebunan semua karena suatu saat kita juga membutuhkan hutan di hidup kita. Oke kita itu membicarakan tentang ekonomi negara. Ekonomi negara naik luar biasa dengan adanya sawit tapi kita perlu tahu bahwa keanekaragaman hayati juga perlu habitat tidak dengan sawit saja,” tuturnya.

Siti mengisahkan bagaimana kemudian suaminya selalu memberikan pemahaman kepada pimpinan perusahaan sawit tempat ia bekerja untuk peduli terhadap hutan. Menghasilkan sawit tetap dilakukan namun dengan menjaga luasan hutan sebagai kontribusi untuk menjaga lingkungan.

Bahkan Siti juga sering diminta pimpinan perusahaan baik perusahaan perkebunan maupun pertambangan untuk berdiskusi tentang perlunya menjaga hutan. Siti terkadang menjadi konsultan di perusahaan-perusahaan besar swasta tersebut untuk mengelola semacam kawasan keanekaragaman hayati milik perusahaan.

Selain kepada suami, kecintaan Siti pada hutan juga ia tularkan pada kedua anak lak-lakinya. Anak pertamanya yang lebih berorientasi pada dunia bisnis juga selalu ia beri masukan bahwa menjalankan bisnis harus berimbang dengan kepedulian terhadap lingkungan. Menurutnya orang yang berbisnis terkadang lupa bahwa alam akan bersahabat kalau manusia juga baik-baik menjaga lingkungan. Untuk putranya yang kedua, Siti melihat putranya memiliki perhatian terhadap hutan seperti dirinya.

Kecintaan Siti pada hutan ia rasakan sejak ia masih kecil. Sampai-sampai jurusan kuliah yang ia ambil pun tidak jauh dari bidang kehutanan. Siti mengambil S1 Ilmu Kehutanan di Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta dan melanjutkan S2 untuk Ilmu Kehutanan di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Bahkan saat ini Siti sedang mengikuti program doktoral double degree di UGM dan Universitas Exeter Inggris.

“Memang saya senang dengan hutan dari sejak SMA. Saya kebetulan menjadi Ketua Saka Bakti dari kehutanan. Dari situ sih saya suka. Dari kecil sebenarnya saya suka dari SD suka berpetualang di alam bebas gitu. Memang dari kecil. Sehingga kuliah mengambil jurusan itu, dan mengajar itu juga, dan sekarang menjadi aktivis lingkungan juga,” kisahnya.

Dengan semua bekal ilmu yang ia miliki, Siti terus berupaya mengajak masyarakat untuk bisa peduli kepada hutan Kalimantan. Dari banyak kesempatan turun ke daerah-daerah sekitar hutan, Siti melihat kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan hutan masih jauh dari harapan. Eksploitasi alam tanpa peduli dengan alam masih banyak ia jumpai. Inilah yang membuat Siti masih belum ingin berhenti mengajak semua pihak untuk menjaga dan memelihara hutan.