info-publik

Penegakan Hukum pada Kasus 600 WNI Eks ISIS

Oleh: Heri Firmansyah Editor: Heri Firmansyah 10 May 2020 - 11:32 kbrn-pusat

KBRN, Jakarta : Terjadi polemik  tentang perlu menerima kembali atau menolak  orang yang terlibat dalam gerakan politik ISIS. Saat ini, sekitar 66.000 orang ditahan di Kamp Pengungsian di Hasakeh, Suriah.

Menurut Wakil Ketua DPR RI, Kementerian Luar Negeri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) wajib mengklasifikasi berdasar Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia Nomor 12 Tahun 2006. Hanya WNI yang adalah adalah korban, yang berhak dipulangkan serta dideradikalisasi.

Mari kita bahas.

Negara Indonesia hanya berwenang menangani kasus menyangkut WNI. Kewenangan itu hilang jika seseorang telah memperoleh kewarganegaraan lain, menjadi tentara asing tanpa izin Presiden; mengangkat sumpah atau janji setia kepada negara asing atau bagian negara asing, memiliki paspor atau surat yang bersifat paspor asing, bertempat tinggal di luar wilayah negara Indonesia selama lima tahun terus-menerus bukan karena alasan yang sah.

Jika seseorang adalah WNI maka pemulangan yang bersangkutan bukan sekedar dideradikalisasi. Pemulangan yang bersangkutan adalah untuk penegakan hukum, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pengadilan HAM. Radikalisme, dalam kasus ini terkait dengan rangkaian perbuatan pidana, kejahatan perang, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan. Ini adalah jenis kejahatan yang sangat serius. Pertobatan adalah masalah pribadi, namun dalam hukum Indonesia, pertobatan, penyesalan atau permintaan maaf, dapat berfungsi untuk mendapat keringanan hukuman di pengadilan.

Selanjutnya, untuk WNI yang menjadi korban, terutama anak dan perempuan, Negara wajib memberikan pertolongan untuk mereka, berupa tindakan memulihkan kesehatan fisik dan  psikis sebagai manusia Warga Negara Indonesia. Pemeriksaan dan pemulihan kesehatan jiwa wajib dilakukan, terutama terkait penyakit kejiwaan sadistic dan psikopat. Sebelum mereka dinyatakan sehat secara klinis, mereka belum dapat bermasyarakat.

Tahapan hukum berikutnya adalah politik, ini terkait pemeriksaan ideologi, apakah mereka memang bersedia setia kepada Negara Indonesia, Pancasila dan UUD 1945. Tentu butuh waktu dan pembuktian. Tetap ada kemungkinan ke depan mereka  berbalik melawan pemerintahan yang sah. Kemungkinan itu bukan hanya ada pada mereka, namun pada semua orang yang telah terpapar paham atau nilai yang bertentangan dengan Pancasila.

Nara Sumber : Ester Jusuf, SH, M.Si