KBRN, Jakarta : Kompetisi industri perbankan dan financial technologi (fintech) belakangan ini makin menggeliat. Agar lebih murah dan efisien, kedua industri ini memerlukan dukungan teknologi canggih yakni Very Small Aperture Terminal High throughput satellites (VSAT HTS).
"Baik perbankan maupun fintech, membutuhkan VSAT HTS. Ke depan, sewa aplikasi ini nilainya lebih murah, sekitar 25% dari sewa VSAT non HTS sehingga daya belinya terjangkau oleh industri," kata Ketua Indonesia-ITU Concern Forum (IICF), Eddy Setiawan di Jakarta, Jumat (14/02/2020).
Eddy meyakini hadirnya transponder HTS bisa menekan sewa biaya VSAT. Selama ini biaya sewa transponder VSAT C-band cukup tinggi sekitar USD 1.730/Mbps. Namun dengan transponder HTS Ku atau Ka Band bisa turunkan signifikan sekitar USD 400/Mbps.
Menurut Eddy, untuk dapat mengoperasionalkan VSAT HTS tentu membutuhkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan menguasai bidang tersebut.
"Teknologi HTS ini relatif baru, sehingga membutuhkan engineer dan teknisi yang handal baik untuk industri perbankan, migas dan kalangan internet service provider (ISP)," tambahnya.
"Target kita, adalah para engineeri, teknisi, marketing VSAT, dan lainnya. Sehingga mendapat pemahaman yang utuh, termasuk soal regulasi dan penggunaan frekuensi serta layanan VSAT," ungkapnya seraya menyebut rencana IICF menggelar training High Throughput Satelite Batch-4, pada 14-16 April 2020.
Eddy yang pernah mengabdi di PT Telkom menjelaskan kapasitas HTS jauh lebih besar dibanding non- HTS. Bahkan bisa mencapai 10 kali lipat dari kapasitas non-HTS.
"Kalau dipakai secara bisnis lebih menguntungkan, karena memiliki sejumlah keunggulan lainnya. Artinya bisa menjadi solusi masa depan," papar Alumnus ENSAE/ISAE Supaero Toulouse Perancis ini.
Diketahui, perbankan saat ini banyak mengurangi kantor-kantor cabang (KCP) demi mengurangi biaya. Kemudian memperbanyak gerai ATM setor tunai dan fintech. Sehingga nasabah bisa bertransaksi lebih cepat dan mudah.
Menurut Eddy, kebutuhan akan teknologi satelit komunikasi masih terus meningkat, hal ini mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan. Mau tak mau, bisnis VSAT HTS perlu didorong melalui pemerataan infrastruktur telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia antara lain melalui program USO.
"VSAT memiliki cakupan yang lebih luas karena tidak terkendala oleh penggelaran jaringan kabel. Tantangan bagi industri VSAT adalah meningkatkan kapabilitas. Sehingga mampu menyesuaikan dengan teknologi baru seperti High Throughput Satellite (HTS), maupun Hig Altitude Platform Stations (Stratospheric Platforms)," pungkasnya. (Foto: instagram/yarenetworking)
"Baik perbankan maupun fintech, membutuhkan VSAT HTS. Ke depan, sewa aplikasi ini nilainya lebih murah, sekitar 25% dari sewa VSAT non HTS sehingga daya belinya terjangkau oleh industri," kata Ketua Indonesia-ITU Concern Forum (IICF), Eddy Setiawan di Jakarta, Jumat (14/02/2020).
Eddy meyakini hadirnya transponder HTS bisa menekan sewa biaya VSAT. Selama ini biaya sewa transponder VSAT C-band cukup tinggi sekitar USD 1.730/Mbps. Namun dengan transponder HTS Ku atau Ka Band bisa turunkan signifikan sekitar USD 400/Mbps.
Menurut Eddy, untuk dapat mengoperasionalkan VSAT HTS tentu membutuhkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan menguasai bidang tersebut.
"Teknologi HTS ini relatif baru, sehingga membutuhkan engineer dan teknisi yang handal baik untuk industri perbankan, migas dan kalangan internet service provider (ISP)," tambahnya.
"Target kita, adalah para engineeri, teknisi, marketing VSAT, dan lainnya. Sehingga mendapat pemahaman yang utuh, termasuk soal regulasi dan penggunaan frekuensi serta layanan VSAT," ungkapnya seraya menyebut rencana IICF menggelar training High Throughput Satelite Batch-4, pada 14-16 April 2020.
Eddy yang pernah mengabdi di PT Telkom menjelaskan kapasitas HTS jauh lebih besar dibanding non- HTS. Bahkan bisa mencapai 10 kali lipat dari kapasitas non-HTS.
"Kalau dipakai secara bisnis lebih menguntungkan, karena memiliki sejumlah keunggulan lainnya. Artinya bisa menjadi solusi masa depan," papar Alumnus ENSAE/ISAE Supaero Toulouse Perancis ini.
Diketahui, perbankan saat ini banyak mengurangi kantor-kantor cabang (KCP) demi mengurangi biaya. Kemudian memperbanyak gerai ATM setor tunai dan fintech. Sehingga nasabah bisa bertransaksi lebih cepat dan mudah.
Menurut Eddy, kebutuhan akan teknologi satelit komunikasi masih terus meningkat, hal ini mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan. Mau tak mau, bisnis VSAT HTS perlu didorong melalui pemerataan infrastruktur telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia antara lain melalui program USO.
"VSAT memiliki cakupan yang lebih luas karena tidak terkendala oleh penggelaran jaringan kabel. Tantangan bagi industri VSAT adalah meningkatkan kapabilitas. Sehingga mampu menyesuaikan dengan teknologi baru seperti High Throughput Satellite (HTS), maupun Hig Altitude Platform Stations (Stratospheric Platforms)," pungkasnya. (Foto: instagram/yarenetworking)
