info-publik

Makna di Balik Martabat Bahasa Ibu

Oleh: Vinta Editor: Mosita Dwi Septiasputri 10 May 2020 - 11:31 kbrn-pusat
KBRN, Jakarta: Pakar Komunikasi Publik Universitas Atma Jaya Yogyakarta Lukas Ispandriarno mengatakan Ibu mengajarkan kita berbahasa dan berbicara. Itulah bahasa ibu yang juga disebut bahasa lokal, juga bahasa daerah. Namun 43 persen dari 6000 bahasa di dunia ada dalam bahaya.

Menjelang Hari Bahasa Ibu Internasional, 21 Febuari, martabatnya dipertanyakan. Sebagai bahasa ibu tidak lagi dihormati dan digunakan untuk bertutur. Berkurangnya penutur merupakan penyebab utama. Penyebab lain, misalnya posisi geografis yang tidak menguntungkan, sperti di Papua dan sikap negatif kita terhadapnya. 

Bahasa daerah dianggap sebagai bahasa yang tidak keren, sedangkan bahasa asing dianggap lebih mentereng. Arus komunikasi global menjadi faktor lain, terutama ketika bahasa asing terutama Inggris mendominasi dunia melalui beragam media.

Perserikatan Bangsa Bangsa mengatakan, bahasa-bahasa dengan akibat yang rumit bagi identitas, komunikasi, itegrasi sosial, pendidikan dan pembangunan merupakan kepentingan strategis bagi rakyat dan planet.

Akibat proses globalisasi, bahasa terus berada dalam ancaman atau hilang semuanya. Ketika bahasa-bahasa memudar, begitu pula tenunan kekayaan dunia dari keberagaman budaya. 

Kesempatan, tradisi, kenangan, cara-cara unik dalam berpikir dan berekspresi, yaitu sumber-sumber bernilai dalam menapaki masa depan yang lebih bai juga hilang.

Berbagai pihak mengaku kepentingan untuk merawat martabatnya. Bukan saja pemerintah pusat, namun juga pemerintahan di daerah-daerah. Sejauh ini wilayah timur memiliki kekayaan bahasa terbesar khususnya Papua.

Kurikulum di sejumlah lembaga pendidikan disusun agar bahasa ibu terus dipakai, setidaknya dituturkan di hari-hari tertentu.

Dalam praktiknya tidak mudah, anak-anak di pendidikan dasar menganggap bahasa daerah sebagai momok sebab tidak dituturkan dalam kehidupan harian di keluarga.

Boleh jadi keunikan berpikir dan berekspresi kita akan terus menurun seiring berkurangnya pengguna bahasa ibu dan bahasa daerah. 

Lalu masihkan kita berbahasa ibu ? 

Naskah disusun oleh Lukas Ispandriarno (Foto:istimewa)