politik

PBHI Jakarta: Pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR Harus Libatkan Masyarakat Sipil

Oleh: Syarif Hasan Salampessy Editor: Syarif Hasan Salampessy 10 May 2020 - 11:31 kbrn-pusat

KBRN, Jakarta: Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau yang saat ini lebih populer disebut dengan omnibus law telah menarik perhatian sejumlah kalangan. Meski demikian draft RUU Cipta Kerja telah resmi diserahkan pemerintah kepada DPR sejak Rabu, 12 Februari 2020. 

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia Wilayah Jakarta (PBHI Jakarta) Sabar Daniel Hutahaean menilai isinya dari RUU Cipta Kerja tersebut bermuatan pasal-pasal yang sangat serampangan, misalnya soal cluster ketenagakerjaan.

“Terkait pasal per pasal di dalam Omnibus Law harus berpihak kepada kepentingan rakyat, karena rakyatlah yang memiliki kedaulatan,” kata Sabar dalam siaran persnya, Rabu (19/2/2020). 

“Pesanan pasal per pasal harus dilihat kebutuhan rakyat, rakyatlah sebagai pemesannya, bukan pengusaha atau investor,” lanjut Sabar. 

Sabar meminta DPR supaya melibatkan elemen masyarakat sipil dalam pembahasan RUU Cipta Kerja secara bersama-sama. Untuk menghindari risiko penolakan sebelum disahkan menjadi UU.

“Diperlukan pembahasan yang melibatkan semua pihak sejak masih dalam perencanaan. Jadi Seluruh lembaga atau organisasi masyarakat sipil harus dilibatkan untuk membahas tentunya,“ tukasnya.

Secara umum, omnibus law adalah peraturan sapu jagat yang berisi aturan-aturan yang mengatur banyak aspek. RUU Cipta Kerja sendiri merupakan omnibus law yang berorientasi pada percepatan investasi dan perluasan lapangan pekerjaan.

Setelah menerima dari tangan pemerintah, naskah RUU Cipta Kerja ini selanjutnya akan dibahas bersama-sama antara pemerintah dan tujuh komisi yang ada dalam DPR RI.

Naskah RUU Cipta Kerja setebal 1.028 halaman tersebut terdiri dari 79 RUU, 15 bab, dan 174 pasal.