hukum

Kompensasi Hanya Rp 2,5 Miliar, Pemilik Rumah Berat Lepas Tanah Jadi Jalur Kereta Cepat

Oleh: Amelia Hastuti Editor: 10 May 2020 - 11:31 kbrn-pusat

KBRN, Cimahi : Air mata kesedihan terlihat dari warga para pemilik rumah di Kampung Negla Jaya RW 012 Desa Tagog Apu, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, saat kediaman mereka diratakan dengan tanah menggunakan dua alat berat, Senin (24/2/2020).

Sebelumnya,  juru sita Pengadilan Negeri (PN) Bale Bandung Asep Sopyan membacakan keputusan untuk melakukan eksekusi terhadap 5 unit rumah milik warga, yang terkena jalur Kereta Cepat Bandung Jakarta.

Dari 5 rumah tersebut, 3 rumah diantaranya sudah dikosongkan oleh pemillik rumah sedang 2 rumah lainnya, baru dikosongkan setelah adanya negosiasi dengan aparat kepolisian yang dipimpin langsung oleh Kapolres Cimahi AKBP Mochammad Yoris Maulana Yusuf Marzuki.

Namun demikian warga menilai eksekusi tersebut cacat hukum karena tak ada dasarnya. Apalagi eksekusi tersebut sebelumnya ditangguhkan, sehingga semestinya pembongkaran tidak dilakukan dulu.

"Saya menganggap eksekusi ini cacat hukum. Sebelumnya memang ada pemberitahuan (eksekusi), tapi sedang dalam penangguhan. Kenapa eksekusi tetap dilaksanakan," kata Sumarna salah seorang pemilik rumah yang dihancurkan, kepada wartawan saat ditemui di lokasi.

Sumarna mengaku, alasan dirinya masih bertahan adalah karena nilai kompensasi yang diberikan Rp 2,5 miliar, tidak sepadan dengan luas lahannya 185 meter persegi dan luas bangunan 152 meter persegi.

"Taksiran itu dinilai pada 2017 sehingga jika saat ini nilainya semakin bertambah. Sementara konsinyasi dilakukan tanpa ada kesepakatan dan pembahasan dengan warga pemilik lahan dan tanah," ujarnya.

Sekarang kata Sumarna, harganya bisa naik dua kali lipat dibanding tiga tahun lalu (2017).

"Kalau dasar penaksiran harga itu NJOP, mana ada yang mau jual, pasti sangat jauh dari harga pasaran," ungkapnya.

Lebih lanjut, sebelum terjadinya eksekusi, pihak BPN dan KJPP pernah menyarankan agar mengajukan sanggahan ke instansi terkait dalam hal ini PT PSBI jika dirasa harga penaksiran kurang sesuai. Namun hal tersebut tidak mendapat respons dari pihak PT PSBI.

"Bukan kami menolak atau ingin menghambat program pemerintah, tapi tolong pikirkan kami juga karena eksekusi ini sudah termasuk menzalimi kami," ucapnya.

Juru sita PN Bale Bandung Asep Sopyan mengatakan, proses eksekusi yang dilakukan sudah sesuai aturan. Sebab telah memenuhi tahapan mulai dari penawaran, penitipan uang ganti rugi, hingga penetapan eksekusi sejak 2018 lalu.

"Sementara soal penaksiran harga ganti rugi, dilakukan oleh KJPP sesuai NJOP, sehingga pastinya nilai penggantian itu sesuai aturan. Penetapan eksekusi ini sudah dari 2018, namun baru terlaksana sekarang. Jika masyarakat keberatan dan ingin mengajukan gugatan silakan menempuh prosedur yang berlaku. Atau kalau menerima, tinggal mengambil uang di pengadilan dengan menunjukkan persyaratan dan bukti kepemilikan lahan," ungkap Asep.

Sementara Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol S. Erlangga Waskitoroso yang hadir di lokasi mengatakan, pihak kepolisian hanya melakukan pengawalan dan pengamanan proses eksekusi agar meminimalisir potensi gesekan di lapangan.

"Ini merupakan fase terakhir eksekusi bangunan yang berada di jalur Kereta Cepat Jakarta Bandung. Kami mengerahkan 600 personil Polri dan TNI, sesuai permintaan PN Bale Bandung," ujarnya.