ekonomi

Usaha Terancam Disita, Keluarga Ini Tetap Bertahan Hadapi Darurat Covid-19

Oleh: Editor: 10 May 2020 - 11:27 kbrn-pusat

KBRN, Jakarta : Plaza Buaran, Klender, Jakarta Timur, menjadi pilihan banyak wirausahawan untuk membuka usaha, salah satunya toko baju. Pengunjung di sana cukup ramai, sehingga para pedagang kerasan dan memilih untuk terus bertahan. Salah satu pedagang Plaza Buaran tersebut adalah LN (inisial asli).

LN adalah seorang ibu rumah tangga muda berusia 41 tahun. Sedangkan suaminya adalah seorang karyawan di salah satu perusahaan swasta di wilayah Jakarta. Dari pernikahannya, ia dikaruniai dua anak, masing-masing usia 13 dan 9 tahun. Anak pertamanya sekolah di SMP 30 Jakarta utara dan yang kedua masih duduk di bangku Sekolah Dasar, SDN 01 Kalibaru. Bersama suami dan anak-anaknya, LN tinggal di daerah Cilincing, Jakarta Utara.

Toko baju milik LN awalnya berjalan lancar di Buaran Plaza. Dalam satu hari, ia bisa mendapatkan omset lebih kurang Rp 1,5 juta. Berdasarkan inilah ia terus memperpanjang sewa kios hingga tak terasa sudah 11 tahun.

"Di sini kami pedagang juga bikin grup komunikasi gitu. Ada sekitar 30-an pedagang, dari toko baju sampai seluler. Rata-rata pedagang lama di sini semuanya. Mungkin karena harga sewa per bulan Rp 6,5 sampai Rp 13 juta yang menurut kami masih masuk dengan pendapatan harian, jadi kami memilih terus memperpanjang perjanjian sewa dengan pihak pengelola," ujar LN kepada RRI, Minggu (5/5/2020).

Tapi semua mendadak berubah ketika Indonesia dihantam wabah Corona Virus Disease 2019 atau disingkat Covid-19 sejak Maret 2020 kemarin. Virus yang pertama kali mewabah di Wuhan, Tiongkok tersebut perlahan menyebar ke Eropa, Amerika Serikat, Afrika, Asia, hingga akhirnya sampai ke Indonesia. 

BACA JUGA: Pangkas Menu Makan, Keluarga Ini Berjuang Hadapi Darurat Covid-19

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menetapkan bencana nasional untuk penanganan wabah virus Corona ini, sekaligus baru-baru ini menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun sebelum itu, pada 23 Maret 2020, pemerintah merumahkan semua warganya untuk bekerja (buat karyawan) sampai belajar di rumah (bagi anak sekolah dan mahasiswa).

Suami LN ikut dirumahkan dengan status Work From Home (WFH), hingga harus membawa pulang komputer agar bisa bekerja di rumah. Lalu bagaimana dengan LN? Dia seorang wirausahawati, penjual baju. Bagaimana cara bekerja dari rumah, ia sendiri kebingungan. Akhirnya ia memilih untuk menutup toko, dengan harapan dalam satu pekan wabah bisa berakhir hingga dapat berjualan kembali.

"Semua toko tutup, total 30-an yang berhenti dagang, dari penjual baju sampai seluler, semua stop dagang sejak pertengahan Maret 2020 karena khawatir juga dengan penyebaran Coronavirus ini," kata LN menambahkan.

Hari pertama, kedua, hingga akhirnya sampai mulai masuk periode satu bulan, keadaan tak kunjung membaik terutama di DKI Jakarta. Bahkan sekarang ini untuk mudik ke kampung halaman juga sudah tidak bisa, karena pemerintah daerah juga membatasi akses keluar serta masuk bagi siapapun yang datang dari Jakarta, karena dianggap sebagai tempat awal menyebarnya Covid-19 di Indonesia.

"Nah, jadi begini, sejak Februari juga dagang agak sepi, lalu masuk awal Maret, kita coba cari cara bagaimana ini semisal barangnya kita lempar secara online saja, guna mendongkrak penjualan supaya bagus. Tapi sedang proses, ternyata datang Corona, sampai akhirnya tutup toko," terang LN lagi.

Akhirnya, keadaan ini berujung pada tunggakan sewa kios. Untuk sewa bulan Maret 2020, LN tidak bisa membayar karena praktis hancur-hancuran penjualannya. Pemasukan tidak sesuai dengan besaran sewa yang harus dibayarkan, ditambah stok barang mangkrak. Kalau tutup begini, kata dia, ditambah tidak ada pemasukan, otomatis sewa tidak bisa bayar sama sekali dan sudah masuk menunggak satu bulan ke pengelola, yakni sewa bulan Maret 2020.

Ia bersyukur tidak ada denda keterlambatan bayar. Tapi ada dua hal yang membuatnya takut saat ini. Pertama, jika dua bulan menunggak, toko dan barang seisinya akan disita pengelola. Kedua, pedagang tidak bisa memasukkan sekaligus mengeluarkan barang dagangan apapun yang ada dalam toko jika menunggak satu bulan sewa.

"Telat (bayar sewa) dua bulan, toko disita pengelola. Bahkan sekarang saja mau dijual online tidak bisa, karena harus bayar sewa toko yang tertunggak dulu, baru bhisa ada transaksi keluar masuk barang. Dan barang yang ada di dalam toko tidak bisa diambil sampai tiba saatnya buka kembali. Jadi ini memang sedang kebingungan kami sekarang," ungkap LN lebih dalam.

Sementara itu, usaha sampingan katering untuk sekolah, juga terhenti alias tidak ada kegiatan lagi karena semua murid dan guru sudah menerapkan sistem belajar mengajar dari rumah.

"Saya cuma pegang satu sekolah saja, segitu-gitunya, buat tambahan saja nutupin lobang-lobang tagihan, uang sekolah anak, tapi ya harus tutup juga akibat wabah ini," sambungnya.

BACA JUGA: Darurat Covid-19 : Guru Honorer Tidak Digaji, Transport Diganti Pulsa

Jika keadaan terus memburuk atau lama untuk pulih, LN tidak tahu apakah harus memasrahkan toko dan seisinya hilang disita pengelola Buaran Plaza atau bagaimana. Bahkan suaminya sendiri juga kesusahan akibat dirumahkan (WFH). Membayangkan lebih kurang 30 pedagang harus kehilangan usahanya begitu saja beserta barang seisi toko disita semua, menjadi mimpi buruk buat LN.

"Suami juga kesulitan. Bahkan dengan work from home, ini listrik di rumah membengkak plus kuota internet naik juga karena memang kami sejak awal berhemat dengan tidak memasang internet di rumah. Ini uang dari mana lagi buat dijadikan dana talangan, saya dan suami juga bingung sekarang. Sementara kami ada barang yang bisa jadi uang di toko, tapi ditahan karena menunggak sewa satu bulan. Minta free satu bulan saja dengan pertimbangan pandemi virus Corona tidak bisa. Dan kalau masuk dua bulan, otomatis disita, lebih parah," imbuhnya.

Saat ini, untuk bertahan hidup, LN coba menjalankan strategi lain, dengan berdagang masker dan madu. Ini sebagai jalan keluar menopang keuangan keluarga yang terus merosot sejak awal Maret 2020. Itu pun tidak langsung mulus, karena dimana-mana sudah banyak orang produksi masker dan dijual serabutan, kemudian untuk herbal baik empon-empon atau sejenisnya, sampai madu juga sudah menjamur sejak awal wabah Covid-19. Jadi ini memang bagaikan harus menerobos dinding logam saja. 

"Awalnya kami bisa memenuhi kebutuhan walau makan sederhana tapi rutin, bayar anak sekolah, bayar tagihan listrik bulanan, masih bisa saving juga walau kecil-kecilan yang penting ada, tidak apa-apa. Tapi hanya dalam tempo satu bulan, ini rasanya seperti didorong paksa menuju jurang kehancuran tanpa ada satupun yang bisa menolong kecuali diri kami sendiri yang berusaha keluar dari kesulitan ini," kata LN lagi.

Bagi LN, satu-satunya harapan adalah barang-barang yang masih tersisa di dalam kios di Buaran Plaza. Tapi pihak manajemen tak bisa digugah hatinya untuk sebuah kebijakan manusiawi. 

Walaupun ini bencana wabah yang tiada seorangpun tahu kenapa sampai datang masuk ke Indonesia, akan tetapi sepertinya pengelola Buaran Plaza coba mengirim sinyal bahwa bisnis tetaplah bisnis yang harus dibereskan secara bisnis. Inilah menurut LN yang sedang ia hadapi bersama keluarga di rumah beserta 30-an rekan pedagang lainnya.

"Saya dan suami tetap bahu membahu berusaha buat anak-anak saja sekarang deh, kami orang tua gampang. Tapi kekuatan terakhir kami terus terang cuma doa. Semoga wabah ini cepat berakhir," tutup LN. (Foto: Dok. Istimewa)