internasional

Wabah COVID-19 Jadi Berkah Buat Republik Vanuatu, Ini Alasannya....

Oleh: Editor: 10 May 2020 - 11:27 kbrn-pusat

KBRN, Port Vila : Russel Tamata, juru bicara utama untuk tim penasihat Covid-19 pemerintah Republik Vanuatu mengatakan, salah satu tantangan terbesar dalam melakukan isolasi pintu masuk negara menghadapi penyebaran Corona Virus Disease 2019 atau disingkat COVID-19 adalah mengelola informasi. 

Ketika Vanuatu mendeklarasikan keadaan darurat dua pekan pada 26 Maret 2020, salah satu perintah termasuk semua media untuk tidak mempublikasikan artikel tentang Covid-19 kecuali menerima otorisasi dari Kantor Nasional Penanggulangan Bencana (NDMO), ternyata menimbulkan kekhawatiran dari sejumlah kalangan akan kebebasan pers.

Padahal masalahnya bukan sebatas sebuah kebebasan pers saja. Akan tetapi sudah bersinggungan dengan budaya lokal setempat, terutama soal penggunaan bahasa berikut artikulasinya.

“Ada banyak kata-kata ilmiah yang tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Bislama dan dapat dengan mudah disalahartikan. Sangat penting untuk mengelola pemahaman orang selama masa-masa ini, karena rasa takut dapat menahan kita dari melakukan pekerjaan kita yang seharusnya," kata Tamata, seperti dilansir TheGuardian, Rabu (7/4/2020).

BACA JUGA: Vietnam Berjaya Lawan COVID-19

Selain kendala tersebut, kekhawatiran masyarakat terhadap virus Corona juga sangat besar. Tapi, satu yang menjadi hikmah dari keadaan ini, karena kekhawatiran itulah, pemerintah Vanuatu bisa menerapkan pembatasan berupa penutupan pintu masuk negara, hingga menghentikan kegiatan mulai bisnis hingga pariwisata guna menghindari kerumunan massa. 

Padahal, negara ini sama sekali belum terjamah penyebaran Covid-19. Tapi dengan kekhawatiran itulah masyarakat patuh terhadap aturan darurat dari pemerintah setempat.

Christoph Tahumpir, seorang pengusaha lokal yang mengekspor kayu cendana ke Cina, juga harus menutup operasional usahanya ketika pelabuhan ditutup dan dia khawatir dengan meningkatnya pengangguran. 

Meski demikian, dirinya tetap setuju bahwa perbatasan negara harus tetap ditutup.

“Jika virus datang ke sini, saya pikir itu bisa menyerang mereka yang lebih tua di sini termasuk di keluarga saya. Itu akan sangat menyedihkan," kata dia.

Sementara itu, Kalfau Moli, mantan anggota parlemen, berhasil mendapatkan penerbangan terakhir dari pulau asalnya, Malo, ke Port Vila sebelum semua operasi perjalanan antar-pulau dihentikan.

“Sebagai ayah dan warga negara ini, saya sangat khawatir. Kami tidak memiliki fasilitas untuk mengelola virus," kata Moli. 

“Kami bahkan tidak punya air untuk mencuci tangan. Katakan di mana kita bisa mendapatkan air di timur Malo? Atau di Whitesands di Tanna?" sambungnya.

Russel Tamata lanjut menuturkan, pemerintah Vanuatu mengerti dan paham bagaimana penyebaran Coronavirus setelah melihat kejadian di benua eropa dan asia. 

“Selain itu, ketika kami melihat budaya kami dan bagaimana kami hidup, itu sebenarnya mendukung virus ini untuk masuk. Jika itu (virus) datang, pasti akan menjadi bencana. Pada titik ini, kita harus ketat dengan menutup perbatasan. Ketakutan kami adalah jika memasuki Vanuatu, itu akan menyebar dengan sangat cepat dan kita tidak punya sumber daya maupun fasilitas untuk menghadapinya. Kesalahan sekecil apa pun akan berdampak sangat buruk bagi negara ini," ungkap Tamata.

BACA JUGA: Republik Vanuatu Tak Terjamah COVID-19, Warga Patuh Meski Berkekurangan

Apa sebenarnya masalah warga Vanuatu? Persoalan di sana adalah memang sumber daya manusia ditambah budaya hidup higienis belum tercapai dengan baik. Tapi pemerintah melihat itu bukan kesalahan masyarakatnya semata, akan tetapi bagaimana menemukan formula tepat bagi warganya untuk bisa mematuhi pola hidup sehat dan higienis.

Dan dengan wabah Covid-19 yang sedang melanda dunia, Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO) banyak menginformasikan pola hidup sehat untuk menghindarkan diri dan keluarga tertular virus Corona. Dan cara ini akhirnya membuat rakyat Vanuatu tersadar dan mulai melakukan cuci tangan sampai bersih sebagai sebuah kegiatan rutin. Inilah hikmah dari wabah Corona yang dimaknai Vanuatu.

Di sepanjang jalan utama Port Vila, stasiun cuci tangan telah didirikan di luar toko, bank, dan restoran. Kebanyakan fasilitas cuci tangan itu menggunakan wadah plastik besar yang dilengkapo keran portabel. Di bawah peraturan darurat, semua bisnis diwajibkan untuk mendirikan fasilitas cuci tangan dengan biaya sendiri untuk mempromosikan praktik higienis.

Ini termasuk batang kava, atau dikenal sebagai nakamals, minuman tradisional Vanuatu, yang menghadapi perubahan drastis akibat masalah kebersihan. Di bar kava, dimana minuman psikoaktif tradisional tersebut disajikan, orang-orang berbagi mangkuk kava yang sama, dicelupkan ke dalam cairan cokelat berlumpur, dan mereka minum sepanjang malam. Bahkan orang Vanuatu juga terkenal dengan perilaku meludah sembarangan apabila merasa mulutnya pahit. 

Dengan adanya wabah ini, lalu imbauan cuci tangan, hidup bersih, perlahan kelakuan tidak higienis tersebut mulai ditinggalkan masyarakat. Mereka ketakutan akan virus dan menjadi positif berperilaku karenanya. 

Setelah Covid-19, semua bar kava sekarang hanya menyediakan takeaway, dan di Blue Galaxy Nakamal, di Bladiniere Estate, pinggiran Port Vila, seorang pelayan bernama Kelsie Java sekarang sudah mengenakan sarung tangan sekali pakai untuk mengisi botol plastik.

“Biasanya saya buka sampai tengah malam. Tapi sekarang kita buka jam 4.30 sore dan harus tutup jam 7.30 malam dan kita hanya bisa beroperasi sebagai takeaway,” kata Java. 

"Beberapa pelanggan saya ingin saya tetap terbuka dan ingin minum kava di sini, tetapi saya harus menjelaskan itu tidak mungkin. Polisi akan memeriksa untuk memastikan kami mengikuti aturan dan pelanggan kami telah menghormati itu," ujarnya. 

Dengan semua kenyataan tersebut, Russel Tamata, juru bicara utama untuk tim penasihat Covid-19 pemerintah Republik Vanuatu kembali menuturkan, bahwa bangsa Vanuatu melihat Covid-19 sebagai ancaman. Tapi, selain ancaman, wabah virus tersebut sebagai berkah. Kenapa demikian?

"Praktik hidup bersih dan higienis dasar yang kami coba promosikan sudah sejak lama kami sampaikan secara rutin kepada masyarakat selama bertahun-tahun tapi tidak berjalan bagus. Namun sekarang, dengan adanya Corona, orang-orang mulai melihat pentingnya (hidup bersih) itu," kata Tamata. 

"Kami telah menyadari kesenjangan dalam undang-undang kami, terutama antara kesehatan masyarakat dan tindakan imigrasi. Namun (dengan adanya pandemi Corona) kami merasa telah matang dalam bagaimana membuat sekaligus menjalankan keputusan. Sementara Covid-19 tetap di Pasifik, itu masih akan menjadi ancaman bagi Vanuatu. Tetapi kami siap sedia (menghadapinya)," tutup Russel.

Sumber: Yasmine Bjornum/TheGuardian, Supported by Judith Neilson Institute for Journalism & Ideas
Ilustrasi & Foto: Nicky Kuautonga/TheGuardian