budaya-dan-wisata

Desa Tampekan Kecamatan Banjar Miliki Bende Misteri

Oleh: Santi Mulyawati Editor: Santi Mulyawati 10 May 2020 - 11:42 singaraja

KBRN, Singaraja : Desa Tampekan sebagai salah satu desa tua di Kecamatan Banjar memiliki beberapa keunikan. Sebuah bende (gong) digantung pada sebuah tempat di jaba tengah Pura Desa Tampekan. Konon bende ini sangat disakralkan dan hanya dikeluarkan apda saat pujawali dan acara melasti.

Jro Mangku Ketut Widiasa didampingi kelian bendesa adat Tampekan Nyoman Subiksa, Kamis (17/10/2019) menuturkan bahwa bende pusaka itu diketahuinya sudah ada sejak ia lahir. Cerita para tetua desa setempat bahwa bende yang diyakini memiliki aura magis itu didapatkan dari tengah laut. Konon pada suatu ketika di masa yang lalu bunyi bende ini mengalun se Kecamatan Banjar.

Beberapa warga dari desa tetangga mencoba menyambutnya, namun tidak berhasil. Dengan ketulusan niat untuk menyambut dilengkapi dengan sesajen secukupnya akhirnya bende ini dijemput oleh para tetua Desa Tampekan di Pantai Desa Dencarik. Alhasil bende itupun tiba-tiba muncul dari tengah laut. Hingga kini bende itu masih misteri, tidak ada yang tahu kapan bende itu ditemukan.

“Menerawang bunyinya diatas, semua warga di kecamatan ini memendak bende tersebut, namun gagal. Konon suranya mendekat tapi bendanya menjauh. Nah kemudian para leluhur tiang disini dengan rasa yang tulus iklas ikut memndak ke Pura segara Dencarik  dan bende itu ternyata berbunyi, semakin mendekat dan tiba-tiba muncul dihadalan warga,” ungkap Jro Mangku Ketut Widiasa.

Hingga kini bende yang sudah berkarat diyakini memilki aura magis. Sekitar tahun 1997 an silam, bende ini pernah berbunyi tanpa ada yang memukulnya. Saat itu terjadi pencurian pratima di Pura Desa Tampekan. Cerita lainnya tentang keajaiban bende ini berupa manfaatnya yang digunakan untuk menghalau hujan. Konon dulu saat pujawali di pura desa tampekan terjadi hujan yang sngat lebat di desa-desa tetangga. Namun mengantisipasi hujan saat itu bende ini dipukul dengan sesajen secukupnya diiringi bara dari daun intaran. Seperti diceritakan Jro Mangku Ketut Widiasa

“Makanya kegunaan untuk penerang. Dan pernah pada tahun 1973 saat dilaksanakan melasti bende itu dilupakan membawa ke Segara. Tiba tiba hujan, Guntur menggelegar hingga masyarakat tidak bisa mekemit di segara,” ungkapnya

Sementara itu di desa Tampekan banyak tumbuh pohon pisang kaikik yang oleh umat hindu dimanfaatkan sebagai sarana pitra yadnya atau pengabenan. Soal yang satu ini Jro Mangku Ketut Widiasa mengatakan bahwa pada suatu ketika pohon sakral itu hendak dimanfaatkan  saat lomba desa, namun dibatalkan karena mereka khawatir terjadi sesuatu di desa setempat

“Yuk gunakan biyu kaikik ini perlihatkan dan gunakan untuk lomba desa. Tapi belum beberapa menit tokoh masyarakat itu mencabut ucapannya karena khawatir terjadi sesuatu,” pungkasnya.